Forum Komunikasi Corporate Social Responsbility (CSR) Sulawesi Utara (Sulut) mengimbau kepada Badan Usaha Milik Negara maupun Daerah (BUMN-BUMD) dalam memberikan bantuan harus tepat sasaran.
"Kami harap dana CSR dari BUMN, BUMD, swasta harus menyentuh masyarakat yang membutuhkan," kata Ketua Forum Komunikasi Corporate Social Responsbility (CSR) Sulut Deany W L Keintjem dalam Rapat Koordinasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) kerja sama Pemprov Sulut, Bappeda dan LKBN ANTARA Sulut di Manado, Jumat (1/12/2017).
Dia mengatakan CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan yakni suatu organisasi, terutama perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi.
Ia menjelaskan tingkat keuntungan tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sehingga, katanya, CSR sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Namun, katanya, persoalan dewasa ini justru mengalami tumpang tindih, banyak ditemukan fenomena dana CSR sengaja disalahgunakan dan tidak tepat sasaran. "Kami mengharapkan semuan BUMN dan BUMD maupun swasta dapat menyalurkan CSR dengan baik agar manfaatnya dirasakan benar-benar oleh penerima," jelasnya.
Lewat rapat koordinasi ini, pihaknya berharap semua pemberi CSR di Sulut akan semakin paham dan memberikan di semua sektor baik pertanian, perikanan, pendidikan, kesehatan sehingga mampu mengentaskan kemiskinan.
Kepala Perum LKBN Antara Sulut Guido Merung mengatakan hal ini sejalan dengan pemerintahan Joko Widodo untuk mengentaskan kemiskinan, salah satunya dari dana CSR.
Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (pasal 74), ataupun Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal (pasal 17, 25, dan 34), mewajibkan perusahaan ataupun penanam modal untuk melakukan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility).
Terlebih lagi penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan.
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) ada berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No 4 tahun 2007, dimana disebut dua persen laba perusahaan harus disisihkan untuk PKBL. Pada praktiknya, PKBL lebih banyak berfokus pada pemberian pinjaman ataupun mikro kredit pada pengusaha kecil yang potensial.
Dimana, katanya, bagian untuk pendidikan CSR tidak menyebut presentasenya sementara PKBL dengan jelas membatasi dua persen dari laba untuk kemitraan dan bina lingkungan. (FNH/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fauziah Nurul Hidayah