Berangkat dari penyaksiannya saat aktif menjadi volunteer ke desa-desa terpencil di daerah timur, Wynn Nathaniel Wijaya (25) yang saat itu masih berstatus mahasiswa mengaku tidak percaya akan kondisi sebuah desa yang tidak terjangkau oleh aliran listrik. Tidak hanya satu desa, Wynn menyaksikan bahwa masih banyak daerah yang kondisinya demikian.?
Dengan tekad ingin melakukan perubahan terhadap kondisi desa, Wynn yang tidak memiliki kapasitas mengenai engineering pun segera melakukan riset kecil mengenai listrik. Ketiadaan pengetahuan mengenai engineering, membuat Wynn akhirnya memutuskan untuk belajar dengan seorang dosen dari Universitas Indonesia yang memahami persoalan listrik. Beruntunglah, keinginan belajarnya disambut baik oleh dosen tersebut.?
Setiap satu minggu sekali, Wynn diajak untuk mengikuti kelas gratis yang ditawarkan sang dosen. Hingga suatu hari Wynn akhirnya menemukan dua orang tim, yaitu dosen dari Jerman dan juga salah satu murid di sana. Wynn mengaku beruntung karena kedua orang tersebut mau bekerja tanpa meminta bayaran terlebih dahulu. Sampai akhirnya Wynn dan tim menemukan konsep untuk menciptakan inovasi di daerah-daerah tak terjangkau listrik dengan produk yang ia beri nama Weston Energy.?
Bagi Wynn, membuat sebuah perubahan tidak perlu menunggu atau memaksa pemerintah untuk melakukan dukungan. Bagi Wynn, cukup menjadi bagian dari perubahan untuk mewujudkan sebuah perubahan negeri menjadi lebih baik.?
"Jadi, kalau kita nunggu pemerintah atau PLN gerak itu tidak bisa. Karena sangat lama. Mungkin lima tahun lagi masih gini-gini aja," ucap Wynn kepada Warta Ekonomi beberapa waktu lalu di kantor inkubator Plug And Play Jakarta.?
Terobosan yang dilakukan Wynn bersama tim pun akhirnya berjalan dengan sistem yang tidak harus membebankan masyarakat. Pola pembayaran untuk sebuah pemasangan listrik pun dilakukan dengan cara mengikutsertakan peran koperasi. Warga bisa membayar iuran ke koperasi sebagai cicilan untuk membayar pemasangan listrik. Hasil iuran akan dipergunakan untuk dua hal, yaitu 70 persen masuk ke dana desa, 30 persen masuk ke Weston yang akan dipergunakan untuk pemeliharaan.
"Misalnya, ada yang rusak, kita butuh orang untuk ke sana, untuk edukasi masyarakat, transfer teknologi dan operation. ujuh puluhTpersen bisa digunakan untuk kesejahteraan desa, misalnya baterai rusak maka bisa pakai dana desa itu. Jadi, bukan ke warganya. Warga tidak boleh dibebani," jelas Wynn.?
Ketika ditanya tentang prospek bisnis, Wynn mengaku memang yang dilakukannya dominan social value. Namun, ia optimis bahwa Weston merupakan bisnis potensial jika dilihat secara long term. "Saya lebih pilih social value karena kalau kita giving back ke community, doing goods-lah itu bisa sustainable. Walaupun awal-awalnya ya untung enggak ada. Tetapi, kita punya kepuasan tersendiri ketika kita bisa ngasih sesuatu nih dan ada perubahan. Kalau buat sekarang di PNP, Weston memang belum mendapat pendanaan, hanya advisory aja. Karena memang kalau dari aspek bisnis ekonominya, kita cenderung ke aspek sosialnya," ungkap Wynn.?
Jika suatu hari Weston mendapatkan investasi, Wynn pun akan terus mengembangkan produknya. Menurutnya, jika produk bisa memiliki kualitas lebih bagus, ketahanan dan efisiensi juga akan lebih bagus. Sistem atau solusi yang bisa tahan lebih lama. Keberadaan investor akan lebih dimaksimalkannya untuk pengembangan produk. Karena kalau untuk implementasi desa, sudah ada dana desa.
Wynn juga mengatakan bahwa belum ada bisnis sejenis. Bisnis ini menurutnya hanya baru dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar. Sementara Weston sebagai startup masih belum memiliki pesaing. Bagi Wynn, yang diperlukan dalam berbisnis bukanlah bersaing, tetapi berkolaborasi untuk membuat bisnis bisa berjalan dengan cepat.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: