Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BI Tegaskan Virtual Currency Bukan Alat Pembayaran yang Sah

        BI Tegaskan Virtual Currency Bukan Alat Pembayaran yang Sah Kredit Foto: Dina Kusumaningrum
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bank Indonesia (BI) menyatakan virtual currency menimbulkan risiko yang besar, salah satunya adalah tidak adanya regulator. Atas dasar itu, sistem pembayaran?virtual currency?dinyatakan tidak sah.

        "Ada karakteristik?virtual currency?yang penting. No regulator, artinya tidak tahu siapa regulatornya. Yang jelas tidak ada aturannya, pengelolanya siapa yang jelas," terang Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2018).

        Eni menambahkan,?virtual currency?juga tidak mengikuti best practise atau standar internasional untuk memastikan keamanan dan efisiensi penyelenggaraan. "Tidak terdapat kepastian hukum sehingga sewaktu-waktu terjadi kerugian," lanjutnya.

        Risiko dari?virtual currency?ini, lanjut Eni, transaksinya menggunakan peer to peer. Jadi, tidak terdapat pihak yang menangani penanganan keluhan. "Settlement finalty, kemudian legal status kepemilikan digital currency," terangnya.

        Lebih jauh Eni mengatakan identitas pelaku pun tersamarkan atau tidak dapat diidentifikasikan dengan transaksinya sehingga dapat dimanfaatkan untuk aktivitas legal.?

        "Kalau uang yang beredar di Indonesia jelas yang menerbitkan Bank Indonesia, kalau bitcoin tidak jelas siapa-siapanya," ucapnya.

        Konsep?virtual currency, sambung Eni, tidak terdapat entitas sentral yang menjadi subjek pengaturan. Begitu juga dengan penerbitan dan harga yang ditentukan oleh pasar (supply-demand). "Tidak ada pihak yang menjadi tanggung jawab pengelolaan," imbuhnya.

        Soal sanksi tegas, Eni memastikan akan ada bila beberapa pihak masih 'nakal' bertransaksi terkait?virtual currency?ini. "Jadi, ada sanksi keras jika ada transaksi dengan bitcoin karena bitcoin lumayan besar penggunanya," tukasnya.?

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Dina Kusumaningrum
        Editor: Fauziah Nurul Hidayah

        Bagikan Artikel: