Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Mainan Anak. Sebagian SNI tersebut telah diadopsi Kementerian Perindustrian ke dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/M-IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan secara wajib, dengan perbaikan pertama di Peraturan Menteri Perindustrian No 55/M-Ind/PER/11/2013 dan perbaikan kedua di Peraturan Menteri Perindustrian No. 111/M-Ind/PER/12/2015.
Dalam Peraturan Menteri tersebut, definisi mainan adalah setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunaannya oleh anak dengan usia 14 tahun ke bawah. Dengan adanya peraturan tersebut, produk mainan anak yang beredar di pasar Indonesia harus memenuhi SNI.
Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN Wahyu Purbowasito di Jakarta (23/1/2018) menerangkan, SNI yang ditetapkan oleh BSN pada dasarnya bersifat sukarela. Perumusan SNI sendiri melibatkan 4 stakeholder (produsen, konsumen, ahli, dan pemerintah). "Namun, apabila menyangkut Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan Hidup atau K3L, instansi teknis bisa memberlakukan SNI secara wajib," ujar Wahyu.
Pemberlakuan secara wajib SNI mainan anak dengan mempertimbangkan risiko atas penggunaan mainan. "Kita tidak bisa membayangkan buah hati kita mengalami kecelakaan karena penggunaan mainan yang tidak aman," kata Wahyu.
Beberapa risiko dari penggunaan mainan yang tidak aman seperti bahaya tertelan dan tersedak. Sebagai contoh, aksesoris yang tertempel pada boneka bisa lepas dan tertelan. Kemudian, bahaya kerusakan alat pendengaran yang ditimbulkan suara seperti sirine mobil-mobilan. Yang lebih membahayakan adalah bahaya pada mata seperti pistol mainan atau panah-panahan. Selain itu, bahaya terjerat atau tercekik yang ini biasa dijumpai pada permainan tali.
Bahaya tersayat dan tergores dari mainan yang terbuat dari bahan plastik, kayu, logam, dan mika. Bahaya terjatuh yang biasa dijumpai pada ayunan atau seluncuran. "Bahaya terjepit, tersetrum, terpapar zat kimia berbahaya, serta terbakar adalah risiko bahaya yang bisa saja menimpa buah hati kita," ujar Wahyu mengingatkan.
Wahyu menjelaskan lebih lanjut, SNI yang ditetapkan BSN secara prinsip memuat persyaratan mutu yang menjadikan mainan aman digunakan. Berikut ini penjelasan SNI yang diberlakukan secara wajib oleh Kementerian Perindustrian.
1. SNI ISO 8124 - 1 yang berlaku untuk semua mainan. Standar ini berlaku untuk mainan pada saat awal diterima konsumen, dan sebagai tambahan, setelah mainan digunakan pada kondisi normal serta perlakuan kasar, kecuali ada keterangan khusus. Selain itu, Persyaratan SNI ISO 8124 - 1 ini menerangkan kriteria yang dapat diterima untuk karakteristik struktur mainan, seperti bentuk, ukuran, kontur, pengaturan jarak (misalnya kerincingan, bagian-bagian kecil, ujung dan tepi tajam, serta celah garis engsel) sebagaimana kriteria yang dapat diterima untuk sifat tertentu dari beberapa kategori mainan (seperti nilai energi kinetik maksimum untuk proyektil yang ujungnya tidak memantul (non-resilient tipped projectile) dan sudut ujung minimum (minimum tip angles) untuk mainan yang dinaiki (ride-on toys).
2. SNI ISO 8124 - 2 yang mengatur tentang kategori bahan mudah terbakar yang dilarang digunakan pada semua mainan dan persyaratan mudah terbakar pada mainan tertentu ketika terkena sumber api yang kecil.
3. SNI ISO 8124 - 3 menentukan persyaratan maksimum dan metode?sampling dan ekstraksi sebelum uji untuk migrasi dari unsur antimoni, arsen, barium, kadmium, kromium, timbal, merkuri, dan selenium dari bahan mainan dan bagian mainan, kecuali bahan yang tidak dapat diakses.
4. SNI ISO 8124 - 4 menetapkan persyaratan dan cara uji mainan aktivitas untuk penggunaan keluarga yang ditujukan bagi anak-anak di bawah 14 tahun untuk bermain di dalamnya. Produk yang tercakup di bagian ISO 8124 - 4 ini termasuk ayunan, seluncuran, jungkat-jungkit, korsel/komedi putar (komidi putar), tunggangan bergerak, papan panjatan, ayunan bayi, dan produk lainnya yang ditujukan untuk menahan beban satu atau lebih anak.
5. SNI IEC 62115:2011 Mainan elektrik - Keamanan menetapkan persyaratan mutu yang setidaknya menyangkut fungsi tersendiri pada mainan yang menggunakan perangkat elektrik.
6. SNI 7617:2010 Tekstil - Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida, dan kadar logam terekstraksi pada kain untuk pakaian bayi dan anak. Standar ini menetapkan persyaratan mutu zat warna azo dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak dari berbagai jenis serat tekstil meliputi kain tenun dan kain rajut.
7. EN 71-5 Chemical toys (sets) other than experimental sets.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Wahyu mengajak semua pihak untuk mendukung kebijakan pemerintah memberlakukan SNI secara wajib. "Tidak ada niatan apa pun dari pemerintah selain ingin melindungi anak-anak Indonesia harapan bangsa dari bahaya mainan terutama yang berasal dari impor yang belum tentu ada jaminan kualitasnya," ujar Wahyu.
Di sisi lain, pelaku usaha dalam negeri pun terdongkrak usahanya mengingat produk impor yang membanjiri pasar Indonesia. "Untuk Usaha Mikro dan Kecil yang kemungkinan terkena dampak kebijakan ini, dibantu pemerintah mengurus sertifikasi SNI," kata Wahyu.
Beberapa UKM pun sukses mengembangkan usahanya seperti contoh produk Omocha Toys yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Omocha Toys berhasil menembus pasar retail lantaran mengantongi sertifikat SNI. Perusahaan lain non-UKM seperti PT Sinar Harapan Plastik (SHP) juga mengaku merasa diuntungkan dengan adanya SNI.
Sampai saat ini tercatat sudah ada 94 pelaku usaha dengan lebih dari 90 merek yang mengantongi sertifikat SNI. "Kalau bukan kita sendiri yang memastikan jaminan keselamatannya, lalu siapa lagi?" tegas Wahyu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah