Berdasarkan catatan P-WNI BHI, tercatat 142 WNI di seluruh dunia terancam hukuman mati dan sebagian besar dari mereka memang berada di Arab Saudi dan Malaysia. Tak seperti Saudi, di Malaysia sebagian besar WNI yang terancam atau terdakwa hukuman mati bukanlah TKI.
Dari ratusan WNI itu, ujarnya, sebagian besar telah bebas dari ancaman eksekusi. Namun, sekitar 51 kasus kasus hukuman mati WNI di Malaysia telah inkrah sehingga cukup sulit melakukan upaya pembebasan.
Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia terus berupaya melakukan diplomasi agar para WNI itu terhindar dari hukuman mati di negara asing, dengan salah satunya meminta pengampunan dari otoritas yang berwenang.
Sementara bagi kasus yang belum diputus pengadilan, Iqbal menjelaskan, pihaknya melalui kedutaan besar dan konsulat jenderal di setiap negara juga tengah berfokus memberikan pembelaan baru agar bisa meringankan hingga membebaskan para WNI tersebut.
"Kalau di Malaysia, pengampunan dapat diberikan oleh Sultan. Jadi kalau ada WNI yang terjerat kasus di Selangor, Sultan Selangor lah yang beri pengampunan, tergantung negara bagiannya masing-masing," katanya.
Di masa Pemerintahan Presiden Jokowi, langkah permohonan pengampunan juga dilakukan saat lawatan Presiden Jokowi ke Saudi Arabia bulan September 2015 dan juga saat kunjungan Raja Salman ke Indonesia pada bulan Maret 2017," kata Direktur Migrant Care Wahyu Susilo. Ia menambahkan, namun Arab Saudi membisu terhadap permohonan Indonesia.
Lalu Muhammad Iqbal, mengakui pihaknya baru mengetahui perkembangan terakhir "dari sumber" tidak resmi beberapa saat sebelum eksekusi mati. Dan saat itu semua akses sudah ditutup.
Re-Negosiasi Perihal MoU Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Riau, Evi Deliana mengatakan hukuman mati yang diberlakukan terhadap TKI Indonesia di Arab Saudi menambah panjang daftar WNI yang dieksekusi mati sekaligus merupakan hal yang memprihatinkan, khususnya karena hukuman ini menimpa TKI yang dianggap sebagai pahlawan devisa Indonesia.
Ia mengatakan, terkait dengan hukuman mati, Arab Saudi merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan hukuman mati dengan cara dipancung.
"Dalam hukum internasional, tidak ada pelarangan secara tegas bagi sebuah negara untuk menerapkan hukuman mati, namun memang banyak desakan-desakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pemerhati HAM internasional terkait hal ini," katanya.
Bahkan para aktivis tersebut pun, katanya, menolak secara tegas penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana, dengan alasan utama bahwa hukuman mati merupakan pelanggaran HAM.
Akan tetapi yang harus dipahami, katanya, adalah pemberian berbagai jenis sanksi termasuk hukuman mati bagi pelaku tindak pidana adalah hak sebuah negara. Hak ini adalah bagian dari kedaulatan internal sebuah negara yakni kedaulatan untuk menentukan sistem hukum dan undang-undang di negaranya.
"Dengan demikian, jika mengacu kepada kedaulatan internal negara, maka penerapan hukuman mati tidak seharusnya menjadi pro kontra. Lalu apakah yang dilakukan oleh Arab Saudi telah menjadi sebuah isu pelanggaran HAM?," katanya.
Ia memandang bahwa karena sanksi atau hukuman mati adalah bagian dari hukum pidana nasional sebuah negara, maka hukuman mati di Arab Saudi terhadap TKI, adalah kedaulatan Arab Saudi untuk memberlakukannya dan hal ini tidak bisa diintervensi oleh negara lain, misalnya Indonesia.
Yang seharusnya menjadi perhatian adalah sejauh mana pemerintah memberikan bantuan dan perhatian terhadap WNI yang tersangkut hukum.
"Yang harus dicermati adalah selama ini sejauh mana bantuan khususnya bantuan hukum yang telah diupayakan oleh Pemerintah RI melalui perwakilan RI di Arab saudi untuk membantu TKI yang dijatuhi hukuman mati tersebut, dan sejauh mana pemerintah Arab Saudi telah memberi akses yang memadai bagi pihak perwakilan Indonesia agar dapat diberi bantuan hukum bagi terpidana TKI tersebut," katanya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: