Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Petani Ungkap Praktik Kotor Para Importir Bawang Putih

        Petani Ungkap Praktik Kotor Para Importir Bawang Putih Kredit Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
        Warta Ekonomi, Mataram -

        Sejumlah Ketua Kelompok Tani di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, mengungkap adanya dugaan praktik beli kuota tanam bawang putih oleh para importir (pelaku usaha) yang melaksanakan wajib tanam 5 persen dari kuota impornya.

        Ahmadi, Ketua Kelompok Tani Montong Mentagi dari Kecamatan Sembalun yang dihubungi wartawan di Mataram, Rabu mengungkapkan dirinya pernah mendapatkan tawaran kerja sama dari sejumlah importir untuk mengakui kepada pihak pemerintah bahwa benih bawang putih yang ditanam di atas lahannya berasal dari importir.

        "Untuk lima hektare lahan akan dibayar Rp200 juta. Tugasnya hanya pasang plang nama perusahaannya dan mengatakan kepada pemerintah yang datang mengecek ke lapangan bahwa bawang putih itu dari perusahaan importir, itu saja," kata Ahmadi.

        Dia mengakui bahwa banyak rekan seprofesinya di Kecamatan Sembalun yang mendapatkan tawaran tersebut. Kegiatan itu terjadi pada saat musim tanam bawang putih di tahun 2017.

        "Ada yang terima ada juga yang menolak. Lumayan pak, lima hektare, dibayar Rp200 juta. Cuma mengaku itu benih dari importir, selesai. Pas musim panen, produksinya tetap untuk kita, tidak ada tuntutan lain, cukup sampai di pengecekan itu saja," ujarnya.

        Sinarwani, Ketua Kelompok Orong Sorga di Kecamatan Sembalun, melihat praktik pembelian kuota tanam bawang putih ini sudah menjadi buah bibir di lingkup para petani.

        Para importir yang ada di wilayah Sembalun mengobral tawaran tersebut kepada para petani bawang putih agar kuota wajib tanamnya cepat terpenuhi. Momentum itu berlangsung ketika pemerintah dikabarkan akan menjalankan kewajibannya untuk memverifikasi wajib tanam para importir.

        Bahkan Sinarwani juga mengaku pernah mendapatkan tawaran langsung dari importir. Namun hal tersebut ditolaknya.

        "Dari pada kita disuruh tanam, lebih baik kita beli kuota tanam petani, dengan begitu, kewajiban tanam 5 persen sudah terlaksana," kata Sinarwani menirukan tawaran importir tersebut.

        Menurut dia, pembelian kuota tanam bawang putih itu terjadi karena terbatasnya lahan dan benih lokal di wilayah Sembalun. Pengalaman bertani juga menjadi keluhan para importir karena pengalamannya hanya bergerak di bidang perdagangan.

        "Dia bilang begitu, kita ini basic-nya berdagang pak, bukan bertani. Malah ini disuruh bertani, makanya kita kurang paham," ujarnya menirukan kembali pembicaraan importir yang tidak disebutkan nama perusahaannya tersebut.

        Realisasi wajib tanam 5 persen dari kuota impor ini sebagai wujud Permentan Nomor 38/2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

        Berdasarkan data Kementan, terdapat 12 importir dari 61 importir yang terkena wajib tanam di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Delapan dari 12 importir tersebut tercatat telah merealisasikan wajib tanam menggunakan benih lokal.

        Luas lahan wajib tanam para importir ini secara keseluruhan mencapai 1,36 ribu hektare. Angka tersebut setara dengan 28,63 persen dari keseluruhan wajib tanam RIPH di tahun 2017 hingga Maret 2018, yakni sebanyak 4,75 ribu hektare.

        Dari kewajiban tanam yang sedemikian besar, realisasi tanam di Sembalun, baru mencapai 189,2 hektare dengan persentase 13,91% dari wajib tanam.

        Selain dugaan pembelian kuota tanam bawang putih, para petani setempat juga sebelumnya mengeluhkan adanya pemotongan jatah benih lokal yang disalurkan oleh oknum perpanjangan tangan BUMN yang dipercayakan pemerintah sebagai penangkar benih lokal di wilayah Sembalun.

        Pembelian benih lokal oleh BUMN, telah dianggarkan pemerintah dari APBN-P 2017. Dari hasil penangkarannya, perpanjangan tangan BUMN di Sembalun hanya mampu menampung 350 Ton benih lokal dengan daya beli mencapai Rp30 miliar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: