Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui bahwa penyelesaian perundingan perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) berjalan lambat. Padahal, perundingan sudah berjalan hampir lima tahun.
"Penyelesaian perundingan RCEP tahun ini sangat krusial. Hal ini mengingat situasi perdagangan global yang saat ini sedang menghadapi maraknya tindakan proteksionisme yang melahirkan tindakan perang dagang (trade war) dan dikhawatirkan akan berdampak trade diversion dim ana terjadi pengalihan ekspor dari negara yang sedang perang dagang ke negara lain," kata Enggar saat menghadiri pertemuan intersesi Menteri RCEP ke-5 di Tokyo, Jepang, beberapa waktu lalu.
Enggar mengungkapkan, para Menteri Ekonomi dari 16 negara peserta RCEP kembali melakukan pertemuan intersesinya yang ke lima dalam upaya mendorong penyelesaian perundingan RCEP secara substansial di akhir tahun 2018.
"Kami di sini secara intensif membahas penyelesaian berbagai isu yang belum dapat dituntaskan oleh Komite Perundingan RCEP, khususnya isu-isu yang sensitif secara politis," tambahnya.
Enggar pun menuding lambannya penyelesaian perundingan disebabkan adanya kesenjangan ambisi di antara negara peserta RCEP di hampir seluruh bidang perundingan. Fakta lainnya bahwa beberapa negara mitra ASEAN tidak mempunyai hubungan FTA dengan sesama negara mitra ASEAN, misalnya antara India dan RRT, mengakibatkan kesepakatan sulit dicapai.
"Para Menteri Ekonomi ASEAN akan mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan waktu yang lebih lama bagi negara mitra tersebut, khususnya yang belum memiliki perjanjian FTA dalam memenuhi kesepakatan menuju kesepakatan yang bersifat common consession nantinya," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah