Minyak berjangka naik pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah beberapa pekan menurun, karena investor semakin cemas tentang berkurangnya pasokan terutama dari Iran akibat sanksi-sanksi AS dan berkurangnya kekhawatiran bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dan China akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, naik 0,38 dolar AS atau 0,5% menjadi ditutup pada 72,21 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, naik 0,52 dolar AS atau 0,8 %, menjadi menetap di 66,43 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menyentuh tertinggi sesi di 66,39 dolar AS.
Pekan lalu, Brent turun untuk minggu ketiga berturut-turut, sementara WTI jatuh untuk minggu ketujuh berturut-turut karena kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi akan melambat menyusul ketegangan perdagangan AS-China dan pelemahan di negara-negara berkembang.
China dan Amerika Serikat akan mengadakan pembicaraan perdagangan bulan ini, kedua pemerintahan mengatakan pekan lalu, berharap untuk menyelesaikan perang tarif yang meningkat antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu.
Namun, penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan, Beijing seharusnya tidak meremehkan komitmen Presiden Donald Trump.
"Bagian dari pelemahan yang kita lihat dalam minyak mentah sebagian besar karena perdagangan, ketika orang-orang khawatir bahwa peningkatan tarif dan ketegangan pada perdagangan akan meningkatkan tingkat ketidakpastian dan berpotensi mengurangi permintaan PDB global," kata Brian Kessens, manajer portofolio dan direktur pelaksana pada Tortoise.
"Apa pun yang mengurangi ketegangan itu, Anda dapat melihat minyak umumnya bergerak mundur."
Para pedagang mengatakan sanksi-sanksi AS terhadap Iran mendukung harga. Pemerintah AS telah memperkenalkan sanksi-sanksi keuangan terhadap Iran, mulai November, juga akan menargetkan sektor minyak bumi dari produsen terbesar ketiga OPEC tersebut.
Pada Senin (20/8), Iran meminta Uni Eropa untuk mempercepat upaya-upaya menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan kekuatan besar, yang ditinggalkan Trump pada Mei. Sebagian besar perusahaan Uni Eropa menarik diri dari Iran karena takut akan sanksi-sanksi AS dan Teheran mengatakan Total Prancis telah secara resmi keluar dari proyek gas Pars Selatan, Iran.
"Sanksi-sanksi terhadap Iran kemungkinan akan tetap sebagai kekuatan `bullish` laten selama satu bulan atau lebih sampai definisi lebih lanjut diberikan sehubungan dengan dampak pada ekspor minyak negara itu," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.
China mengisyaratkan ingin tetap membeli volume besar minyak Iran meskipun ada tekanan AS dan sekarang beralih ke kapal tanker-tanker Iran untuk mengikis sanksi-sanksi AS terhadap perusahaan asuransi kapal.
Departemen Energi AS (DoE) menawarkan 11 juta barel minyak mentah untuk dijual dari Cadangan Bahan Bakar Minyak Strategis (SPR) negara itu menjelang sanksi-sanski terhadap Iran. Penjualan tampaknya dirancang untuk menunjukkan pemerintahan Trump sedang mengambil langkah-langkah untuk menahan kenaikan harga energi menjelang penerapan sanksi-sanksi, seorang pedagang minyak mentah mengatakan kepada Reuters.
Di tempat lain, ekspor minyak mentah Arab Saudi naik menjadi 7,240 juta barel per hari pada Juni, data resmi menunjukkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: