Jahja B. Soenarjo, Ketua Umum CEO Business Forum Indonesia membantah kondisi perekonomian yang disebut-sebut akan mengalami keterpurukan. Menurut Jahja, itu hanya bahasa yang dipolitisasi dan merupakan hal yang wajar dalam masa kontestasi politik. "Rupiah melemah ini bukan kegagalan Pemerintah, namun memang imbas dari ekonomi global yang merupakan dampak dari kebijakan Trump selama ini," kata Jahja, melalui pesan singkat, Jumat (14/09/2018).
Logikanya, lanjut Jahja, juga harus dilihat bahwa depresiasi nilai tukar tahun 2018 hingga 2019 ini diperkirakan masih dikisaran 7% hingga 11%, jauh lebih baik daripada tahun 1998 yang lebih dari 250%, ditambah cadangan devisa yang 5 kali lipat lebih besar dibandingkan tahun krisis moneter tersebut, serta pertumbuhan ekonomi yang masih bisa mencapai 5%.?
Menurutnya, kondisi tersebut masih jauh lebih baik dari banyak negara lain di Eropa, Asia, dan Amerika Latin yang kelimpungan dihajar krisis akibat kebijakan Trump.
"Rusia, Turki, Argentina mengalami pelemahan yang lebih parah daripada Indonesia. Harus dicatat pula bahwa BI saat ini belum melakukan langkah-langkah intervensi dengan menambah pasokan mata uang valas, karena belum dipandang perlu. Memang pasar ekspor juga masih menghadapi banyak kendala, termasuk banjirnya produk Cina yang terbendung masuk pasar Amerika, serta negara-negara eksportir lain yang mengalami depresiasi mata uang lebih parah, tentunya akan lebih kompetitif lagi dalam berebut pasar," tuturnya.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: