Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wibawa Golkar Turun Akibat 'Bakpao Novanto', Ketua DPP 'Sedih'

        Wibawa Golkar Turun Akibat 'Bakpao Novanto', Ketua DPP 'Sedih' Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dari hasil survei LSI Denny JA menyatakan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan mantan Ketua DPR, Setya Novanto berdampak besar terhadap elektabilitas dan wibawa Partai Golkar.

        Ketua DPP Golkar, Ace Hasan Syadzily, mengatakan dari hasil survei tersebut pihaknya akan terus bebenah dan memperkuat internal partai berlambang beringin itu. Sebab banyak faktor yang mempengaruhinya, karena hal itu bagian dari dinamika naik turunnya elektabilitas partai.

        "Banyak faktor dalam beberapa tahun terakhir ini. Kami diterpa dengan berbagai kasus hukum yang terjadi dengan beberapa kader kami. Kami terus membenahi dan berkonsolidasi internal partai," ujarnya di Jakarta, Sabtu (3/11/2018).

        Meski begitu, ia menyebut hasil survei itu menjadi bahan evaluasi bagi Golkar. Bahkan partainya akan terus berjuang untuk memenangkan Pileg 2019.

        "Hasil survei Denny JA memotret 10 Provinsi. Masih ada 24 Provinsi lain yang belum disurvei. Belum lagi kita bicara soal konversi setiap daerah pemilihan dengan perolehan kursi. Kami berusaha untuk terus berjuang melalui para calon legislatif di berbagai tingkatan untuk memenangkan Pileg 2019 ini," jelasnya.

        Sebelumnya, peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfarabie, dalam paparan survei 'Pertarungan Partai Politik di 10 Provinsi Terbesar' menjelaskan, akibat pernyatan soal Novanto mengalami benjol pada perkara korupsi e-KTP, membuat marwah Partai Golkar mengalami penurunan.

        "Golkar terkena 'efek bakpao'. Kasus Setya Novanto yang puncaknya menabrak tiang listrik dan diklaim benjol sebesar bakpao. Kasus tersebut cukup menurunkan wibawa Golkar," katanya.

        Survei digelar di 10 provinsi terbesar, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Survei digelar pada 4-14 Oktober 2018. Survei setiap provinsi menggunakan 600 responden. Margin of error setiap provinsi sebesar 4,1 %. Total responden yang diambil dari 10 provinsi tersebut adalah 6.000 responden. Survei juga dilengkapi penelitian kualitatif, dengan metode analisis media, diskusi kelompok terarah, dan wawancara mendalam.

        Dari survei tersebut, kata Adjie, PDIP jadi juara atau menang paling banyak, yakni di 5 provinsi (Sumut, Sumsel, Lampung, DKI, Jateng). Gerindra di tempat kedua dengan memenangi 3 provinsi (Riau, Banten, Jawa Barat). Golkar di posisi ketiga dengan memenangi 1 provinsi saja, yakni Sulawesi Selatan.

        Golkar tak memenangi elektabilitas di 10 provinsi besar karena dinilai tak punya daya dongkrak, seperti PDIP dan Gerindra. Sebagaimana diketahui, PDIP punya Joko Widodo (Jokowi), yang menjadi capres. Partai Gerindra punya Prabowo Subianto, yang juga menjadi capres. Namun Golkar tidak punya, kecuali menjadi pendukung Jokowi.

        "(Selain kena efek benjol bakpao Novanto) Golkar tidak mempunyai calon presiden atau calon wakil presiden," ujarnya.

        Efek capres menjadi efek utama terhadap elektabilitas parpol karena tak ada efek lain yang dahsyat dalam pemilu. Capres adalah jualan utama partai dan partai juga tak punya jualan program, sehingga hanya PDIP dan Gerindra-lah yang paling diuntungkan dalam kondisi ini.

        "PKB menonjol dan juara bersama PDIP di Provinsi Jawa Timur. Namun di provinsi lain, PKB tidak masuk tiga besar," imbuhnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Irfan Mualim
        Editor: Irfan Mualim

        Bagikan Artikel: