Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mendorong adanya revisi UU Tipikor agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dia menyebut beberapa poin penting harus dimasukkan adalah korupsi di sektor swasta (private sector), memperkaya diri secara tidak sah (illicit enrichment), perdagangan pengaruh (trading in influence) dan pengembalian aset (asset recovery).
Baca Juga: Rommy Diciduk KPK, BPN Tak Untung?
"UU Tipikor kita belum memasukan beberapa Tipikor yang di negara-negara lain sudah dianggap Tipikor, misalnya memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri sendiri dengan tidak sah, suap-menyuap sektor swasta, hal-hal yang berhubungan dengan 'asset recovery', satu lagi yang berhubungan dengan menyuap orang asing belum ada dalam norma hukum UU Tipikor kita," tambah Laode.
Laode pun menilai revisi UU Pemberantasan Tipikor menjadi penting dan bahkan pemerintah dianggap perlu mengusulkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) pemberantasan tipikor.
"Kita perlu mengoptimisasi percepatan revisi UU Tipikor, atau mungkin bila dianggap genting sekali, atau penting sekali, apakah mungkin Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang? Saya anggap ini memang susah tapi kalau kita anggap korupsi itu menjadi musuh bersama dan hampir tiap hari ada, mungkin kegentingannya mungkin ada," jelas Laode.
Salah satu yang mendesak untuk dimasukkan menurut Laode adalah mengenai memperdagangkan pengaruh (trading in influence).
"Contoh saya ditanya wartawan kemarin, ada beberapa kasus yang ditangani KPK menurut mereka (wartawan) itu sebenarnya memperdagangkan pengaruh, 'trading in influnce', jadi belum bisa kita pidanakan lalu saya sampaikan kalau memperdagangkan pengaruh itu bila dia tidak terima uang, kalau terima uang juga ya itu pasti suap, seberapa pun jumlahnya, baik besar atau kecil kalau dia b uang pasti itu bukan memperdagangkan pengaruh lagi tapi itu adalah suap," ungkap Laode.
Kasus yang belakangan ditangani K?PK adalah kasus dugaan suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI tahun 2018-2019 yang menjerat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy alias Rommy yang juga anggota Komisi XI DPR.
Rommy diduga menerima uang Rp200 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agamar (Kemenag) provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin pada 6 Februari 2019. Uang itu diperuntukkan agar Haris dapat lolos dalam seleksi sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jatim.
Pemberian selanjutnya sebesar Rp50 juta berasal dari Kepala Dinas Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi untuk mendaftar sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik yang belum diterima karena terjadi OTT pada Jumat (16/3).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat