Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Definisi Kota Pintar Versi Schneider Electric dan GBC

        Definisi Kota Pintar Versi Schneider Electric dan GBC Kredit Foto: Annisa Nurfitriyani
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Saat jumlah bangunan pintar di suatu kota semakin meningkat, secara tidak langsung kota itu sendiri pun akan semakin pintar. Ke depannya, bangunan akan memiliki sistem manajemen gedung dan sistem keamanan elektronik dengan teknologi otomasi, yang melengkapi seluruh kota untuk bertransformasi menjadi kota pintar.

        Schneider Electric bersama Green Building Council (GBC)?Indonesia mengaku berkomitmen untuk merancang bangunan seefisien mungkin untuk meningkatkan praktik bisnis dan mempromosikan efisiensi energi, dan pada akhirnya kota-kota di seluruh Indonesia akan bertransisi dari bangunan pintar dan hijau ke kota pintar berkelanjutan.

        Xavier Denoly, Presiden Schneider Electric Indonesia, mengatakan, "Tanpa bangunan pintar, kota tidak bisa menjadi pintar. Dampak dari banyak program kota pintar di seluruh dunia terhenti karena mengabaikan peran bangunan sebagai pendorong kota pintar berkelanjutan."

        Menurutnya, tidak mungkin kota bisa menggunakan energi secara lebih efisien jika bangunan belum ditata ulang untuk mendukung tujuan tersebut. Penataan ulang infrastruktur bangunan menjadi bangunan pintar perlu memperhatikan berbagai aspek yang mencakup infrastruktur jaringan komunikasi dalam gedung, sistem pengawasan distribusi jaringan listrik, dan sistem tata udara yang terpasang.

        "Ini penting, mengingat bahwa setiap bangunan pintar perlu memiliki sebuah platform yang dapat mengintegrasikan sistem dan fasilitas gedung yang berbeda jenis dan fungsi," kata dia dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.

        Baca Juga: Teradata Sediakan 4D Analytics untuk Smart City dan Wearables

        Sektor bangunan diperkirakan menyumbang 40% konsumsi energi dunia. Diprediksi, pada 2040 mendatang, total konsumsi energi dunia untuk bangunan akan meningkat sebesar 80%. Pemerintah Indonesia sendiri melalui Direktorat Konservasi Energi Kementerian ESDM telah menetapkan target efisiensi energi di sektor bangunan yang tertuang dalam draf Rencana Induk Konservasi Energi Nasional (RlKEN), sebesar 10-30% untuk bangunan komersil dan 15-30% untuk bangunan residensial pada 2025.

        "Untuk menjawab tantangan tersebut, konsep bangunan pintar dan hijau harus terus diusung dan digiatkan oleh para pelaku industri bangunan dan properti," jelas Xavier.

        Bangunan merupakan bagian yang terintegrasi dengan ekosistem kota dan sekarang bangunan menjadi entitas yang kompleks dengan beberapa sistem yang saling terhubung seperti penerangan, utilitas, dan keamanan. Kompleksitas meningkat dengan ukuran bangunan dan bangunan-bangunan ini rentan terhadap gangguan, yang berpotensi menimbulkan kerugian besar pada keselamatan jiwa dan aset.

        Bangunan pintar berpotensi mengurangi efek gangguan dan juga memunculkan tindakan proaktif dan kecerdasan mengelola data untuk membantu mereka mengambil tindakan preventif.

        Iwan Prijanto, Chairperson GBC Indonesia, mengatakan, "GBC berkepentingan mendorong tumbuhnya bangunan pintar di Indonesia. Bagi GBC, bangunan pintar adalah ketika teknologi sistem bangunan dapat mengotomasi dan meningkatkan kinerja bangunan dan kawasan yang menerapkan metodologi bangunan hijau dalam efisiensi sumber daya, konservasi sumber daya, dan upaya berbagi sumber daya."

        "Dan semua upaya berkelanjutan ini dapat dilakukan tanpa menurunkan kenyamanan dan produktivitas pengguna bangunan dan kawasan, bahkan dapat meningkatkan nilai bangunan dan kawasan secara umum," imbuhnya.

        Baca Juga: Jakarta, Makassar, dan Banyuwangi Diusulkan Masuk Jaringan Kota Pintar

        Bangunan pintar menggunakan sistem operasional otomatis, yaitu internet of things (IoT) untuk mengontrol prosesnya. Ini berdampak pada desain dan konstruksi, penggunaan energi, dan bagaimana karyawan berinteraksi dengan ruang. Sistem diintegrasikan, data dikumpulkan dan dianalisis untuk mengurangi pemborosan energi dan biaya operasional--pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup manusia dan kinerja bisnis.

        Untuk melakukan ini, kekuatan teknologi baru termasuk perangkat seluler, sistem berbasis komputasi awan, kecerdasan buatan (AI), self-monitoring, dan platform kolaboratif dimanfaatkan untuk membuat peningkatan pada kinerja bangunan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: