Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Persaingan Ketat, Pelaku E-Commerce Dituntut Inovatif

        Persaingan Ketat, Pelaku E-Commerce Dituntut Inovatif Kredit Foto: Dina Kusumaningrum
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah memprediksi potensi pasar e-commerce akan terus tumbuh hingga US$20 miliar pada 2020. Sementara Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, ekonomi digital diproyeksikan dapat menyumbang US$155 miliar terhadap PDB Indonesia dan pertumbuhan tenaga kerja sebesar 3,7 juta tenaga kerja pada 2025.

        Hal tersebut juga senada dengan hasil penelitian dari Deloitte Consumer Insights Survey 2018. Sektor ekonomi digital seperti e-commerce diperkirakan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi RI ke depan.

        Namun, hasil penelitian juga mengindikasikan adanya kompetisi yang ketat bagi para pelaku sektor e-commerce. Oleh sebab itu, pelaku e-commerce dituntut untuk melakukan inovasi-inovasi baru demi menjaga loyalitas konsumennya.

        Direktur Konsultan Deloitte Southeast Asia, Stanley Kyung Sup Song mengatakan, untuk pertumbuhan sektor e-commerce Indonesia di masa depan, disinyalir konsumen akan mencari berbagai variasi penawaran dan juga apabila terdapat tawaran yang dianggap cukup menguntungkan, konsumen akan mudah beralih dari produk yang biasa mereka beli.

        Baca Juga: Optimisme Masyarakat Terhadap Ekonomi Dongkrak Sektor E-Commerce

        "Kesimpulan penelitian memprediksi pertumbuhan dan dinamika kompetisi sektor e-commerce di Indonesia akan menunjukan perubahan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku e-commerce untuk semakin menguatkan loyalitas konsumennya," ujarnya di Jakarta, Selasa (26/3/2019).

        Stanley menambahkan, kompetisi yang ketat mengharuskan sektor e-commerce di Indonesia untuk terus melakukan inovasi dan juga semakin meningkatkan layanannya kepada masyarakat. Dengan demikian, sektor e-commerce dapat terus berkembang.

        "Selain infrastruktur untuk internet, SDM juga harus dibenahi supaya layanan e-commerce benar-benar maksimal," pungkasnya.

        Hasil penelitian yang melibatkan 2.000 responden di lima kota besar ini mencatat, pada 2016, pertumbuhan pengguna e-commerce hanya 17%. Lalu, pada 2017jumlahnya melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 42%. Namun sayangnya, pada 2018, pengguna e-commerce menurun dan cenderung stagnan, yakni hanya tumbuh 41%.

        Stanley menuturkan, hasil itu menyimpulkan bahwa lima kota besar yang disurvei, yakni Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Makassar, mayoritas telah menjadi pengguna e-commerce. Maka, perusahaan-perusahaan e-commerce harus melakukan inovasi yang lebih untuk memenangkan pemakai-pemakainya.

        "Jadi, perusahaan-perusahaan besar itu melakukan sesuatu yang baru untuk menarik pemakai-pemakai. Kalau dia cuma strateginya seperti itu, kebanyakan mungkin orang sudah biasa saja atau kemungkinan turun," papar Stanley.

        Misalnya, kata Stanley, jangan lagi pelaku e-commerce mengandalkan program loyalti yang sudah ada, seperti gratis ongkos kirim (ongkir), diskon produk, dan lain-lain.

        Baca Juga: Bisnis E-Commerce Butuh Blockchain Biar Makin Tokcer!

        "Sebenernya banyak lagi program yang harus dipikirkan secara inovasi, strateginya untuk perusahaan e-commerce. Misalnya, market yang sudah establish di luar, pengiriman itu boleh dipilih timing-nya (waktu) kapan, jadi lebih fleksibel. Atau mungkin tempatnya, tidak sebatas hanya gratis ongkir. Nah, hal-hal tersebut nanti akan bertambah saat e-commerce mengevaluasi strateginya untuk menambah costumer-nya," tutup Stanley.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: