Presiden ke-3 RI BJ Habibie tidak sependapat bahwa aksi kerusuhan 22 Mei 2019 lalu disamakan dengan kerusuhan 1998.?
Saat itu, Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto yang lengser. "Kalau disamakan dengan keadaan waktu tahun 98, its not true," kata Habibie, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019.
Banyak informasi yang dia terima, memanasnya kondisi politik lantaran calonnya hanya dua. Menurut dia, jika persoalan karena hanya ada dua calon itu, seharusnya regulasi dibuat tidak memaksakan hanya dua.
Jika dengan banyak calon presiden bisa meminimalisir perpecahan seperti sekarang, regulasinya harus dibuat begitu. Menurut dia, jangan sampai hanya karena pilpres yang setiap lima tahun dilaksanakan, membuat sesama bangsa saling diadu domba dan pecah.
Habibie mengatakan, kepemimpinan RI saat ini adalah ujung tombak generasi penerus. Generasi 45 adalah generasi yang membuat Indonesia bisa seperti ini. Generasi selanjutnya adalah generasinya, yang merupakan generasi peralihan.
"Peralihan itu defisininya kerja sama dengan generasi 45 dan kerja sama dengan generasi penerus. Anda ini anak dari cucu intelektual semua. Nah kalau mau anggap saya berhasil, Anda juga harus lebih hebat daripada saya. Itu tolak ukurnya," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebutkan, ada kemiripan antara peristiwa 21-22 Mei 2019 dengan kerusuhan yang terjadi pada 1998 dan peristiwa Malari 1974. Menurut dia, ada kesamaan pola dari tiga peristiwa itu.
"Kalau kita lihat maka polanya sama persis, pengulangannya sama persis, jadi struktur yang terjadi di tahun 2019 ini mirip atau identik seperti pola yang terjadi pada tahun 1974 di Malari dan kerusuhan Mei 1998," kata dia saat menggelar konferensi pers bersama elemen masyarakat sipil lainnya di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2019.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: