Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengawal upaya pencapaian target tanam padi pada Agustus dan September agar tercapai target produksi tahun ini. Dengan demikian, di musim kemarau petani tetap menanam padi, khususnya di Bali.
Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kementan, Wartijo menyatakan, capaian luas pertanaman padi di Bali periode Oktober-Agustus 2018/2019 cukup menggembirakan sebesar 134.784 hektare. Angka ini ternyata lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 133.128 hektare.
"Artinya kondisi musim kemarau ini ternyata tidak memengaruhi luas pertanaman padi di Bali. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan berkurangnya pertanaman di kondisi kering ini," kata Warjito di sela-sela Rapat Koordinasi (Rakor) Evaluasi Luas Tambah Tanam Periode Januari Agustus dan Rencana Tanam September di Denpasar, Senin (2/9/2019).
Ia menegaskan, saat ini Kementan tengah mulai fokus pencapaian September, targetnya harus lebih tinggi dibanding Agustus kemarin. Target ini dipastikan bisa dicapai karena benih bantuan Kementan sudah disiapkan.
"Benih sudah kami siapkan, silahkan petani yang mau tanam padi gogo bisa hubungi Ditjen Tanaman Pangan Kementan," tegasnya.
Baca Juga: Lebih Efisien, Kementan Ajak Petani Budi Daya Padi Sehat
Di tempat yang sama, Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan sekaligus selaku Penjab Upsus Bali, Sumardi Noor mengapresiasi atas kerja keras sehingga target luas tambah tanam padi cukup memuaskan. Ia meminta semua pihak agar di September ini terus maksimal mengejat target produksi.
"Ke depan di September ini kita jangan lengah, tetap berupaya semaksimal mungkin agar tercapai target yang telah disepakati bersama," terangnya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Wisnu Ardhana menjelaskan, upaya bersama antarpemangku kepentingan ini mampu meningkatkan luas tanam padi di Bali. Namun, perlu dicatat banyak tantangan yang dihadapi untuk pengembangan pertanian di Bali.
Pertama, lanjutnya, alih fungsi lahan di sini cukup besar. Di 2015 masih sekitar 479 hektare, namun di 2018 sangat melonjak tajam mencapai 9.561 hektare.
"Hitung-hitungannya, dari luas sawah 78.626 hektare sekarang menyusut menjadi 69.065 hektare," jelasnya.
Tantangan kedua, ungkap Wisnu, yakni Indeks Pertanaman (IP) beberapa wilayah di Bali masih rendah. Rata-rata IP di sini 1,71. Artinya, masih ada ada potensi untuk meningkatkan luas tambah tanam dengan optimalisasi dengan target IP 2.
Ketiga, pemanfaatan irigasi untuk pertanian bersaing dengan kebutuhan perumahan dan perhotelan yang cukup banyak. "Jadi sebenarnya kami memerlukan adanya bendungan untuk menampung air irigasi petanian ini," beber Wisnu.
Oleh karena itu, Wisnu menegaskan, di Bali ini misi pertamanya terpenuhinya kebutuhan pangan yang artinya harus surplus. Caranya, produksi harus naik, yakni bisa dengan meningkatkan provitas. Adapun provitas padi di Bali masih 6 ton per hektare, sehingga potensinya masih bisa ditingkatkan.?
"Perbaiki rekomendasi dengan benih unggul bermutu, kita upayakan petani mau beralih dari padi inhibrida ke hibrida," tegasnya.
Namun demikian, sebut Wisnu, pada dasarnya peningkatan produksi ini bisa dicapai dengan peningkatan intensitas tanam, peningkatan mutu. Kemudian yang tidak kalah penting penanganan dari serangan OPT dan antisipasi dampak perubahan iklim.
Baca Juga: Mantap, Karanganyar Tetap Tanam Padi Meski Musim Kemarau
"Terkait dengan serapan gabah, cadangan beras di Bali selama ini ada di penggilingan padi, ada sekitar 800 unit. Jadi tetap aman meskipun gudang bulog di Bali terbatas, hanya saja kalau harga jatuh baru kita gerak untuk Sergab. Tapi sampai saat ini di Bali relatif masih aman-aman saja," ucapnya.
"Agar alsintan yang dikelola TNI dipantau efektifvitasnya dan apabila tidak optimal bisa direlokasi. Kita akan salah kalau ada bantuan alsintan yang sampai tidak dimanfaatkan," tambah dia.
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Suryawan mengatakan, upaya peningkatan produksi pun tidak lepas dari peran BPTP. Pihaknya sudah melakukan sosialisasi teknologi baru, seperti halnya varietas Inpari 43.
"Varietas ini hemat air, hemat pupuk kimia, menghemat penggunaan pestisida kimia, dan relatif paling tahan OPT khususnya burung. Meskipun gabahnya kecil tapi rendemennya cukup tinggi, dan provitasnya cukup tinggi," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: