Nurdalim (61 tahun), salah satu petani di Desa Cikalong, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, yang tergabung dalam Kelompok Tani Cinta Karya 2 sampai saat ini masih konsisten menerapkan sistem budi daya tanaman sehat. Terbukti, hingga saat ini dia tidak menyemprotkan pestisida pada .
"Sejak 2016 hingga sekarang saya tidak lagi melakukan penyemprotan pestisida secara jorjoran," demikian ungkap Nurdalim saat ditemui di areal sawah yang digarapnya dan sambil menunjukan pertanaman padinya yang baru berumur 45 hari setelah tanam, Karawang, Minggu (8/9/2019).
Nurdalim mengungkapkan setelah mengikuti kegiatan Pengawalan dan Pendampingan Daerah Endemis di Kabupaten Karawang selama dua musim dia tidak lagi melakukan penyemprotan pestisida tanpa melakukan pengamatan terlebih dahulu karena hanya buang-buang biaya dan tenaga. Namun, sebelum memutuskan menyemprotkan pestisida, ia melihat populasi musuh alami di areal persawahan.?
Bila musuh alami banyak, sambungnya, maka tidak dilakukan penyemprotan pestisida. Kemudian untuk mengembalikan kesuburan tanah, dia tidak pernah lagi membakar jerami, melainkan jerami dibenamkan ke sawah.
Baca Juga: Zaman Serba Teknologi, Tanam Padi Sekarang Gunakan Drone
"Untuk produksi sebenarnya tidak ada perbedaan rata-rata tiap musim mencapai 4 ton per bau atau sekitar 7.000 m2 walaupun meningkat paling hanya 1 sampai 2 kuintal per bau," tuturnya.
Kendati demikian, tegas Nurdalim, dari sisi biaya produksi dapat ditekan. Satu musim dengan menggunakan pestisida paling murah habis Rp1 sampai Rp 1,5 juta per bau.
"Tapi sekarang paling habis Rp200 sampai Rp300 ribu satu musim untuk 2 sampai 3 kali penyemprotan dalam satu musim," ujarnya.
Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Karawang, Yuyu membenarkan perubahan perilaku pada petani yang mengikuti kegiatan Pengawalan dan Pendampingan Daerah Endemis Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Ia menjelaskan, sebelumnya masyarakat masih banyak menggunakan pestisida seraca jorjoran, tidak berpikir dampak pada lingkungan dan produksi.
"Namun, dari segi sumber daya manusia kami belum cukup untuk menyampaikan suatu pemahaman agar para petani sadar dan mengerti mengenai bagaimana cara berbudi daya tanaman sehat," jelasnya.
Oleh karena itu, Yuyu mengatakan, pihaknya meminta bantuan Balai Besar Peramalan OPT Kementan untuk mendampingi dan mengawal daerah-daerah endemis OPT di Kabupaten Karawang. Pengawalannya tentu sampai daerah tersebut tidak menjadi daerah endemis OPT lagi dengan menerapakan teknologi budi daya tanaman sehat.
"Kegiatan ini selain menunjang peningkatan produksi juga meningkatkan kemampuan sumber daya petugas dan petani," tuturnya.
Yuyu pun bersyukur karena biasanya kerja sama dan MoU selalu mandul dan tidak ada keberlanjutan. Namun, untuk kegiatan Pengawalan dan Pendampingan Daerah Endemis OPT sudah empat tahun konsisten berjalan.
"Ke depannya kami rencanakan kegiatan Pengawalan dan Pendampingan Daerah Endemis OPT tidak hanya untuk tanaman pangan saja, tapi untuk komoditas hortikultura juga," ungkapnya.
Kepala Bidang Program dan Evaluasi Balai Besar Peramalan OPT, Kementan, Mustaghfirin menjelaskan, kerja sama ini diawali oleh MoU antara Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dengan Pemerintahan Kabupaten Karawang. Selanjutnya, dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Balai Besar Peramalan OPT perwakilan dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dengan Dinas Pertanian Kabupaten Karawang dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Karawang yang ditandatangani pada 2015.
Baca Juga: Genjot Produksi, Kementan Gelar Gerakan Tanam Padi Serempak di Bogor
"Kerja sama masih berjalan konsisten sampai saat ini. Kami selalu konsisten dalam memberikan pelayanan di bidang perlindungan tanaman baik itu teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT sesuai dengan maklumat pelayanan Balai Besar Peramalan OPT," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: