Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KPK Bukan Malaikat

        KPK Bukan Malaikat Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Yogyakarta -

        Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Nurhasan Ismail mengatakan soal Revisi UU 30/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dapat memperkuat atau melemahkan tergantung dari substansi perubahan.

        Karena itu, ia mengatakan harus dicermati satu persatu sehingga bisa dinilai sebagai penguatan atau sebaliknya. Ia mengatakan poin-poin yang direvisi perlu dicermati dari kacamata berbeda.

        Ia merinci poin-poin yang menjadi bahan revisi oleh DPR tersebut. Seperti Dewan Pengawas KPK yang menurutnya bisa untuk mengawasi kinerja KPK termasuk tindakan penyadapan.

        "Apakah revisi itu akan meniadakan dan menghambat proses penyadapan yang benar-benar diperlukan dalam rangka menemukan alat bukti, yang urgen diperlukan untuk memperjelas tindak korupsinya? Bagaimana jika justru sebaliknya, untuk mendorong ke arah penyadapan yang profesional dan vital untuk memperkuat pembuktian? Itu yang harus dicermati," ujarnya kepada wartawan, di Yogjakarta, Minggu (8/9/2019).

        Baca Juga: Serukan Tolak Revisi UU KPK, Saut: Demi Jan Ethes dan Sedah

        Baca Juga: Kalau Jokowi Lakukan 5 Langkah Ini, Berarti Pro-KPK

        Lanjutnya, terkait substansi Surat Penghentian Penyidikan atau SP3. Ia mengataka tak diberikannya kewenangan SP3 kepada KPK dinilai bertentangan dengan nalar filosofis dan sosiologis hukum.

        "Tidak adanya kewenangan SP3 bertentangan dengan hakikat dan karakter manusia yang lemah dan terbuka berbuat salah, karena para manusia di KPK bukan malaikat dan hal tersebut menyebabkan KPK terperosok pada perbuatan yang melanggar hak asasi manusia," ucapnya.

        Ia menilai, dalam revisi tersebut Badan legislasi DPR juga meminta agar latar belakang penyidik lembaga antirasuah itu berasal dari kepolisian dan kejaksaan cukup beralasan.

        Menurutnya, jika KPK harus mengangkat penyidik independen dan profesional maka akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

        "Paling tidak, ini harus dinilai sebagai pemborosan sumber daya ekonomi dan manusia, sementara sudah ada penyidik yang siap untuk dimanfaatkan (polisi dan jaksa)," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: