Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        2019 Surplus Beras Meluber, Stok Capai 5,49 Juta Ton

        2019 Surplus Beras Meluber, Stok Capai 5,49 Juta Ton Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan stok beras 2019 jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu. Menurut perhitungan kerangka sampling area (KSA) BPS, hingga November 2019 diprediksi stok beras mencapai 5,49 juta ton dan stok beras di akhir Desember 2019 diperkirakan masih di atas 5 jutaan ton, sementara di 2018 hanya 3,3 juta ton.

        "Angka 5,49 juta ton itu diperoleh dari stok awal 2019 ditambah dengan perkiraan surplus Januari-November 2019. Jadi, bila dikatakan surplus beras menyusut saya kira itu keliru. Kenapa? Karena perhitungan 3,33 juta ton itu untuk Januari sampai Desember 2018, sedangkan angka perhitungan saat ini baru sampai November 2019," tegas Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Bambang Sugiharto di Jakarta, Rabu (9/10/2019).

        Oleh karena itu, Bambang menekankan, masih ada sisa satu bulan yang belum terhitung. Terpenting adalah stok beras 2019 jauh lebih tinggi dibandingkan 2018.

        Baca Juga:?Efektif Mengatasi Penyakit Padi, Kementan Kenalkan Pengendali Hayati

        "Stok banyak kan artinya ketahanan pangan semakin mantap. Stok yang semakin melimpah ini juga terkonfirmasi dari stok beras di Bulog terus meningkat hingga 2,5 juta ton. Sampai-sampai di berapa lokasi gudang Bulog sudah tidak bisa lagi menampung beras petani," terangnya.

        Angka produksi KSA dihitung dari produktivitas dan luas panen dengan basis areal luas baku sawah 7,1 juta hektare, ditambah sedikit dari panen di luar luas baku. Menurut informasi itu, luas baku sawah baru terverifikasi di 16 provinsi, sedangkan sisanya masih dalam proses verifikasi dan validasi, jadi kemungkinan akan ada perbaikan luas.

        Di 2017, ungkap Bambang, Kementan menggalakkan program Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) untuk padi. Tanamnya bukan di lahan sawah biasa, namun di areal yang tidak biasa ditanam seperti di lahan tumpangsari dengan perkebunan, perhutanan, rawa lebak, di bawah tegakan pohon kelapa, di eks galian tambang dan beberapa lainnya.

        "Nah, lahan ini sebenarnya cukup luas, namun belum dimasukkan ke dalam update luas baku sawah. Buktinya, kami menemukan 123 ribu hektare pertanaman padi di luar luas baku sawah dan sudah dipetakan dalam SHP tersebar di 29 provinsi," bebernya.

        Menurutnya, apabila diakomodir data SHP pertanaman ini dengan produktivitas 5 ton gabah kering giling (GKG) per hektare. Artinya, akan ada tambahan surplus sekitar 340 ribu ton beras.

        "Tim pemetaan masih bekerja di lapangan, diperkirakan luas pertanaman padi di luar baku sawah bisa lebih dari 300 ribu hektare," ujarnya.

        Perlu diketahui, data KSA berdasar luas baku lahan sawah seluas 7,1 juta hektare, sedangkan data Sensus Pertanian (SP) 2017 sebesar 8,2 juta hektare. Selisih inilah yang pihak Kementan sisir untuk mengeceknya.

        "Dengan aplikasi ArcGIS, kami turunkan personel untuk mendata lahan padi yang masih di luar luas baku pada KSA dan hasilnya sejauh ini sudah ditemukan 123 ribu hektare dan angka ini masih bisa terus berkembang," jelas Bambang.

        "Data SHP ini kami sampaikan ke BIG, BPN, dan BPS untuk diharmonisasikan dan cek validasinya. Mereka membuka peluang untuk koreksi data luas tanam," pintanya.

        Lebih lanjut Bambang menyatakan, data pangan itu memang satu pintu di BPS dan menjadi acuan semua pihak. Data KSA pasti sudah diupayakan untuk menggambarkan kondisi yang sesungguhnya di lapangan.

        Metode KSA, sambungnya, merupakan metode baru diterapkan dua tahun terakhir dan mudah-mudahan tidak menutup kemungkinan untuk penyempurnaan di level teknisnya. Hal ini mengingat Indonesia negara kepulauan, karakteristik pertanaman dan wilayah yang beragam, varietasnya juga beragam, sehingga perlu memastikan keterwakilan sampel, jumlah dan lokasi titik pengamatan, luas dan sebaran pertanaman, dan lainnya.

        "Ini yang mesti segera diselesaikan karena masih banyak pertanaman di luar luas baku sawah. Implikasinya di lahan tersebut tidak bisa dialokasikan pupuk bersubsidi karena di luar luas baku dan ini akan dikeluhkan petani," terangnya.

        "Kita bersama hindari hal semacam ini apalagi sekarang banyak yang mengeluhkan sulitnya pupuk subsidi seperti di Sulsel, Sumut, dan Aceh beberapa saat lalu. Jangan sampai ini nanti akan memperkeruh suasana, ini perlu antisipasi," sambung Bambang.

        Berkaitan musim kemarau ini, Bambang menyebutkan, pihak Kementan bergerak cepat dengan berbagai upaya. Gerakan pompanisasi 69 ribu hektare, pipanisasi, distribusi 7.800 pompa air, membangun sumur dangkal, penyaluran benih, asuransi usaha tani, dan lainnya.

        Untuk wilayah Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah, Ditjen Tanaman Pangan sejak Juli lalu mendorong perubahan cara bercocok tanam padi. Kementan perkenalkan sistem budi daya padi hemat air dengan tebar benih langsung.

        "Tidak seperti umumnya, pada sistem ini pertanaman tidak perlu digelontor air, tapi hanya perendaman lahan berkala. Tanaman padi tidak perlu penggenangan, cukup dipertahankan tanahnya basah," jelas Bambang.

        Baca Juga: Kementan Musnahkan 83 Komoditas Pertanian Ilegal dari 9 Negara

        Update Data Luas Padi

        Sebelumnya, Kepala Seksi Penyiapan Statistik Tanaman Pangan BPS, Hariyanto mengatakan, pada dasarnya BPS masih membuka peluang perbaikan luas panen untuk perbaikan KSA. Agar bisa tercatat dengan baik, lahan di luar KSA bisa diusulkan ke BPS asal ada bukti foto GPS dan open camera.

        "Luas baku yang belum tercatat bisa dengan geotagging. Hasil geotagging bisa disampaikan ke Kementerian ATR/BPN yang seterusnya dikonfirmasi ke Badan Informasi Geospasial," jelasnya.

        "Luas data baku lahan sawah tidak bersifat statis. Datanya bersifat dinamis dan bisa berubah setelah diverifikasi Badan Informasi Geospasial," pinta Hariyanto.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: