Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Demi Kedaulatan Pangan, Syahrul Jamin Tak Akan Biarkan Alih Fungsi Lahan

        Demi Kedaulatan Pangan, Syahrul Jamin Tak Akan Biarkan Alih Fungsi Lahan Kredit Foto: Kementan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) berkomitmen meningkatkan produksi guna menjamin ketersediaan pangan nasional. Salah satunya dengan tak membiarkan adanya alih fungsi lahan. Sehingga Indonesia bisa berdaulat pangan, bahkan bisa mengekspor atau mencukupi pangan negara-negara lain (dunia).

        "Menjamin tidak terjadinya alih fungsi lahan ini dengan lebih awal merampungkan data. Data presisi luas lahan pertanian menjadi variabel utama menahan laju alih fungsi lahan sehingga kedaulatan pangan nasional dapat diwujudkan segera," ungkap Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri di Jakarta, Minggu (17/11/2019).

        Kuntoro menyatakan selama ini pemerintah telah mengeluarkan role of the game untuk menghentikan laju konversi lahan pertanian.?

        Sebagaimana diketahui, dalam pasal 73 Undang-Undang nomor 41 tahun 2009, setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka bisa dikenai pidana sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun atau denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.

        Baca Juga: Kementan Serius Atasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Guna Akselerasikan Kedaulatan Pangan

        "Di era Mentan Syahrul Yasin Limpo, aturan akan diterapkan dengan serius. Terbukti, Pak Menteri Syahrul bersama Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Menteri Agraria dan Tata Ruang telah melakukan koordinasi sepakat untuk presesi penghitungan dan verifikasi lahan baku sawah nasional," bebernya.

        Selain itu, Kuntoro menyebutkan, Kementan mengawal verifikasi serta sinkronisasi lahan sawah dan penetapan peta lahan sawah yang dilindungi. Kementan juga terlibat dalam pengawalan pengintegrasian lahan sawah yang dilindungi untuk ditetapkan menjadi lahan pertanian dan pangan berkelanjutan (LP2B) dalam Perda RTRW provinsi/kabupaten/kota.

        "Alhasil, nantinya UU 41/2009 dan peraturan turunannya dapat dilaksanakan lebih optimal. Komitmen dan sinergi semua pihak yakni pemerintah pusat dan daerah menjadi modal utama menekan konversi lahan," sebutnya.

        Selanjutnya, Kuntoro menekankan, Kementan hingga saat ini secara konsisten memberikan insentif kepada kelompok tani maupun gabungan kelompok tani berupa sarana dan prasarana pertanian yang telah terintegrasi dalam program dan kegiatan-kegiatan Kementan.

        Upaya ini untuk memberikan semangat kepada petani agar terus menjalankan atau tidak meninggalkan usaha budi daya pertanian sehingga alih fungsi lahan tidak dilakukan.

        "Petani pun mendapat pendampingan dan berbagai bantuan input produksi serta jaminan harga sehingga lahan pertanian terus dijaga," tegas Kuntoro.

        Komitmen Cegah Alih Fungsi Lahan

        Dalam berbagai kesempatan, Syahrul menegaskan pihaknya berkomitmen meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani melalui pemberian bantuan benih, alat mesin pertanian, asuransi pertanian, kredit usaha, dan berbagai implementasi teknologi serta kepastian harga jual petani. Namun memperbaiki sistem melalui pembenahan data atau single data merupakan langkah awal untuk mencegah alih fungsi lahan.

        "Data pertanian itu harus satu. Data yang dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya harus sama, termasuk data lahan dan produksi," tegasnya.

        "Rujukan kita adalah BPS. Jadi datanya harus satu. Tidak boleh tumpang tindih soal data. Pemerintah juga terus mendorong pemda jangan terlalu mudah memberikan rekomendasi alih fungsi lahan," tambah Syahrul.

        Melansir BPS 2018, luas lahan baku sawah di Indonesia mengalami penurunan menjadi 7,1 juta hektare. Data ini diambil menggunakan citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA). Padahal luasan sebelumnya mencapai 7,75 juta hektare (BPS, 2013).

        "Karena itu, dalam 100 hari ini kami di Kenentan ingin memiliki kejelasan lahan yang akan panen di mana saja, seperti apa kemampuan kita. Kita kan harus jamin bisa beri makan 267 juta," cetusnya.

        "Pemerintah daerah, saya minta memiliki komitmen yang sama untuk bisa mempertahankan lumbung pangan daerah, dengan memoertahankan lahan pertanian," pinta Syahrul.

        Namun, Syahrul tak menampik jika konversi itu juga bisa dilakukan. Tapi menurutnya harus ada rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Pertanian.

        "Syaratnya memiliki surat kesiapan menyediakan lahan pengganti terhadap lahan yang dikonversi tersebut," terangnya.

        Terpisah, akademisi dari Universitas Tangjungpura (Untan), Radian memberikan acungan jempol terhadap ketegasan Syahrul yang memberikan perlawanan keras pada aktivitas alih fungsi lahan. Sebab, alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lainnya akan berdampak pada tiga sisi negatif terhadap ketahanan pangan Indonesia.

        Kerugian pertama, sebut Radian, alih fungsi lahan pertanian bakal membuat kesejahteraan petani menurun. Akibatnya bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non-pertanian. Jika tenaga kerja sebelumnya (petani) tidak mampu diserap semua, itu akan menambah angka pengangguran.

        Baca Juga: Syahrul Fokus Entaskan Daerah Rawan Pangan

        "Kemudian sisi negatif kedua, Radian menjelaskan, semakin mengurangi ketersediaan pangan pokok yang dibutuhkan masyarakat Indonesia untuk konsumsinya," ungkapnya.

        "Dampak negatif terakhir adalah terhadap lingkungan dan potensi dari lahan itu sendiri. Investor yang mengalihkan fungsi lahan pertanian dapat saja salah perhitungan sehingga menambah jumlah lahan tidur," tutup Radian.

        Berdasarkan rilis BPS, tahun lalu terdapat 7.105.145 hektare lahan baku sawah yang disahkan melalui Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanian Nasional Nomor 399/KEP-23.3/X/2018 Tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2018. Hasil perhitungan ini didapat melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan melakukan interpelasi dan delineasi lahan sawah melalui digitasi on screen menggunakan citra spot 6/7 dari LAPAN dan didukung data CSRT Ortho (Lapan dan BIG).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: