Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mereka yang Menggantungkan Hidupnya pada Sampah Botol Plastik

        Mereka yang Menggantungkan Hidupnya pada Sampah Botol Plastik Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kebijakan sejumlah kementerian untuk melarang penggunaan botol plastik dan kantong plastik sekali pakai mengundang kekhawatiran para pemulung, yang selama ini menggantungkan hidupnya dari botol plastik.

        Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Pris Polly Lengkong merasa heran dengan kebijakan pelarangan botol plastik di sejumlah kementerian tersebut.

        "Saya tidak habis mengerti dengan pelarangan botol plastik dan kantong plastik oleh beberapa kementerian. Mengapa mengapa harus memusuhi plastik. Apa yang salah dari plastik?" ujarnya dalam acara Diskusi Publik bertema Potensi Ekonomi dari Pengelolalan Sampah Plastik di Jakarta, Selasa, (19/11/2019).

        Baca Juga:?Tangani Isu Sampah, Ini yang Dilakukan Akademisi UI

        Pris menegaskan tidak ada yang salah dari plastik. "Yang salah itu manusianya yang membuang sampah plastik sembarangan. Kalau saja manajemen sampah diperbaiki, tidak akan ada masalah dengan plastik," tegasnya.

        Ia menambahkan, pelarangan penggunaan botol plastik dan kantong plastik di sejumlah kementerian akan mengancam kehidupan para pemulung, yang jumlahnya mencapai 3,7 juta orang di 25 provinsi.

        "Apakah pemerintah memikirkan nasib mereka? Betapa banyak manusia yang derajat kehidupannya meningkat karena menjadi pemulung plastik. Saya membuktikan sendiri, sebagian pemulung, yang tadinya berdagang soto atau kelontong, justru memilih jadi pemulung untuk mengubah nasibnya. Justru menurut pengakuan mereka, kesejahteraan meningkat setelah jadi pemulung. Ini bukti ada manfaat ekonomi yang besar di balik sampah plastik," tegas Pris.

        Menurut Pris, besar pendapatan yang diperoleh pemulung berbeda-beda. "Mulai dari pemulung kampung besar pendapatan Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per hari. Untuk pemulung yang sudah menjadi pelapak, pendapatan bisa mencapai Rp1 juta sampai Rp1,5 juta per hari," paparnya.

        Ia sendiri mengaku mendapat keuntungan yang sangat besar dari pekerjaannya sebagai pemulung. Meski tidak mengaku secara jujur, Pris disebut-sebut memiliki pendapatan hingga Rp100 juta sebulan.

        "Padahal modal awal saya pertama kali menjadi pemulung hanya Rp750 ribu. Tapi Anda lihat sendiri, saya sudah memiliki peningkatan kesejahteraan sekarang," ujar putra dari artis Catty Lengkong ini.

        Selain Pris Polly Lengkong sebagai pembicara dalam acara Diskusi Publik bertema Potensi Ekonomi dari Pengelolalan Sampah Plastik tersebut, juga tampil pakar PET dari ITB Ir Ahmad Zainal Abidin; Christine Halim, Ketua ADUPI; Tyasning Permanasari, Kepala Seksi Daur Ulang Direktorat Pengelolaan Sampah Plastik KLHK; dan Endang Truni Tresnaingtyas, Direktur Bank Sampah Induk Patriot Bekasi.

        Sementara itu, Tuti Karyati, seorang pemulung dari Cempaka Putih, Jakarta Pusat, juga mengakui dampak ekonomi dari daur ulang botol plastik.

        "Saya setiap hari memulung botol plastik dan gelas plastik, di mana saja di tempat yang saya lewati. Saya gunakan botol dan gelas plastik hasil memulung itu untuk dijadikan kerajinan tangan," ujar Tuti yang ditemui di acara yang sama, di Jakarta, Selasa (19/11/2019).

        Ia mengaku bisa menghasilkan satu kerajinan tangan dari setiap 10 tutup gelas plastik. "Saya bisa menjual hasil kerajinan tangan itu Rp10.000 per buah," ujarnya. Meski tidak secara terbuka mengakui pendapatan dari hasil memulung, Tuti mengatakan. apa yang ia dapat dari hasil memulung cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

        "Cukup. Kalau buat saya cukup banget. Dari hasil menjual kerajinan tangan itu sangat lumayan keuntungan buat saya dan teman-teman saya," ujarnya.

        Ia menyatakan, masih banyak temannya sesama pemulung yang sangat bergantung pada sampah botol plastik. "Sangat banyak teman saya yang menjadi pemulung. Ada yang hasilnya dijual ke pengepul. Ada yang seperti saya, digunakan untuk dibuat kerajinan tangan untuk dijual," papar Tuti.

        Ia mengaku khawatir bila kebijakan pelarangan botol diberlakukan di semua kantor, lembaga, dan sekolah. "Bagaimana nanti kami mendapatkan botol dan gelas plastik bekas untuk kami menyambung hidup," ujarnya.

        Ia mengaku saat ini sudah terdampak dari kebijakan pelarangan penggunaan botol plastik di sebuah sekolah di dekat rumahnya. "Sejak sekolah itu berganti kepala sekolah dan melarang murid membawa botol plastik ke sekolah, saya kehilangan salah satu tempat untuk mencari sampah plastik," kata Tuti.

        Baca Juga: Cuma dari Bisnis Sampah, Emiten Ini Dulang Cuan Jumbo

        Ia berharap pemerintah dan semua pihak terkait memahami betapa pentingnya sampah botol plastik bagi pemulung. "Tolong pemerintah jangan larang penggunaan botol plastik. Karena penghidupan kami sebagai pemulung bergantung pada sampah plastik," pungkasnya.

        Sementara itu, Eni Saeni, Koordinator Komunitas Plastik untuk Kebaikan, menyatakan, komunitasnya telah melakukan gerakan edukasi pilah plastik dengan insentif tukarkan plastik dengan sembako. Hasilnya dalam 2 jam terkumpul tujuh kantong besar sampah plastik di CFD pada 10 November 2019 lalu dan pada hari itulah, komunitas dideklarasikan.?

        Eni menyatakan, ketika melakukan edukasi kepada masyarakat untuk memilah sampah, ternyata banyak kendala dihadapi. Sebagian masyarakat enggan memilah sampah plastik di rumah karena gerobak sampah mengambilnya, mereka mencampurnya dengan sampah lain.??

        "Kami membuat gerakan memilah sampah agar sampah bisa dikelola dengan baik. Pemerintah harus turun tangan dalam tata kelola sampah. Masyarakat, komunitas, bank sampah, pemulung, dan industri daur ulang sudah melakukannya, tinggal dari pemerintahnya bagaimana?" kata Eni.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: