Komitmen Presiden Joko Widodo dalam terus mengembangkan potensi kelapa sawit di Indonesia terus digalakkan, terbukti dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Berbagai program hulu dan hilir dicanangkan oleh pemerintah untuk mempercepat tercapainya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) secara menyeluruh.?
Pemanfaatan kelapa sawit sebagai salah satu bahan baku sumber energi terbarukan terus digenjot oleh pemerintah melalui program mandatori biodiesel. Program mandatori B20 biodiesel telah sukses dilaksanakan yang kemudian dilanjutkan dengan mandatori B30 yang akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2020.
Baca Juga: Tahun Depan, Pertamina Bidik Seluruh SPBU Sudah Salurkan B30
Program ini bertujuan untuk memperkuat permintaan kelapa sawit domestik agar tidak menjadi sangat tergantung pada ekspor.
Selain biodiesel, turunan kelapa sawit juga diharapkan mampu digunakan sebagai bahan campuran bahan bakar untuk pesawat terbang atau bioavtur. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk dapat menjadikan kelapa sawit sebagai bahan campuran bioavtur.
Di negara tetangga, Malaysia, yang merupakan produsen kedua terbesar kelapa sawit setelah Indonesia, pengembangan bioavtur juga menjadi salah satu fokus energy mix yang dilakukan.
Dilansir dari New Strait Times (17/12/2019), baru-baru ini AirAsia Group Bhd, maskapai yang berasal dari Malaysia, mengumumkan komitmennya untuk mendorong pengembangan bioavtur melalui penelitian-penelitian yang bekerja sama dengan lembaga riset dan Kementerian Industri Utama Malaysia.
Pendiri dan CEO AirAsia Group Bhd, Tony Fernandez mengatakan bahwa mereka sudah semakin dekat untuk mewujudkan penggunaan bioavtur sebagai bahan bakar armada pesawatnya. Hal tersebut merupakan wujud nyata dukungan AirAsia terhadap produk kelapa sawit Malaysia dan juga sebagai bentuk penyerapan konsumsi kelapa sawit Malaysia.
Emisi karbon yang selama ini menjadi isu penting di dunia aviasi juga menjadi salah satu faktor pendorong AirAsia berusaha mewujudkan penggunaan bioavtur di maskapainya. Riset bioavtur yang dilakukan AirAsia juga mendapatkan dukungan dari Airbus SE sebagai salah satu pembuat pesawat terbang terbesar di dunia.
Dengan pengembangan ini, diharapkan biaya bahan bakar dan juga emisi karbon yang dihasilkan pesawat akan dapat berkurang secara signifikan.
Baca Juga: Sambut Nataru, Mulai Hari Ini Pertamina Diskon Harga Avtur 20%
Saat ini emisi karbon yang dihasilkan oleh pesawat, menurut International Air Transport Association (IATA), telah menurun sebesar 50 persen dibandingkan dengan yang dihasilkan pada 1990.
Dengan pengembangan bioavtur ini, diharapkan pada 2050 emisi karbon yang dihasilkan dapat kembali berkurang 50 persen dari yang dihasilkan saat ini. Investasi terhadap pengembangan bioavtur harus terus dilakukan agar hal tersebut dapat diwujudkan.
Di Indonesia sendiri, Pertamina juga tengah bersiap untuk melakukan uji coba green avtur pada 2020. Melalui fasilitas bioavtur kilang Cilacap, Pertamina menjadwalkan pada Februari 2020 bioavtur mulai dapat diujicobakan penggunaannya pada pesawat terbang.
Namun, penggunaan bioavtur pada pesawat komersial masih diperlukan penelitian dan diskusi lebih lanjut. Hal tersebut diutarakan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral dengan faktor risiko dan juga upaya dari maskapai nasional meyakinkan penumpang terhadap uji coba bioavtur yang diyakini masih menjadi kendala dan harus dikaji lebih lanjut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti