Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jokowi Ajak Internasional Investasi di Ibu Kota Baru, Siapa Saja yang Berpeluang?

        Jokowi Ajak Internasional Investasi di Ibu Kota Baru, Siapa Saja yang Berpeluang? Kredit Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev
        Warta Ekonomi, Abu Dhabi -

        Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang para investor di seluruh dunia untuk berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) baru Republik Indonesia. Pernyataan ini ia sampaikan saat menjadi pembicara utama dalam forum Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW), Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Senin (13/1/2020).

        ?Di Ibu Kota Negara baru, kami mengundang dunia untuk membawa teknologi terbaik, inovasi terbaik, dan kearifan terbaik,? ujar Presiden Jokowi.

        Baca Juga: Tak Ingin Mengecewakan, UEA Tiru Cara Indonesia Terima Tamu Kenegaraan

        Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan bahwa presiden ingin menawarkan IKN baru sebagai visi Indonesia ke depan.

        "Presiden ingin mengajak dunia internasional untuk menjadikan ibu kota baru sebagai satu showcase, contoh dunia mengenai sustainability city dengan berbagai aspek seperti yang Presiden katakan, misalnya zero emision, compact city," ujar Pratikno, Minggu (12/1/2020).

        UEA unggul di sektor ekstraksi

        Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, bila UEA menerima tawaran investasi Jokowi, maka UEA fokus pada sektor ekstraksi. Berbeda dengan sektor investasi Cina dan Jepang yang lebih memperhatikan bidang infrastruktur dan otomotif.

        ?Kalau ekstraktif ini karena UEA negara timur tengah ini pengalamannya di (bidang) minyak dan gas. Sehingga mereka memang expertise-nya disitu. Beda dengan Jepang,? ujar Bhima.

        Baca Juga: 3 BUMN Teken Kerja Sama dengan UEA, Nilai Investasinya Ratusan Triliun Rupiah

        Menurutnya, pembangunan IKN baru akan membutuhkan konsumsi energi yang cukup besar, diantaranya seperti konsumsi listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

        ?Kita memang membutuhkan kenaikan produksi minyak dalam negeri sehingga impor bisa ditekan. Kemudian kita butuh pembangunan kilang minyak jadi downstream-nya bisnis migas ini yang perlu didorong. UEA bisa masuk situ,? jelasnya.

        Sebelumnya pada Minggu (12/1/2020) sore, Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Syekh Mohamed bin Zayed al Nahyan di Istana Kepresidenan Qasr Al Watan.

        Pertemuan ini menghasilkan 16 perjanjian kerja sama, yang terdiri dari lima perjanjian kerja sama antar pemerintah dan 11 perjanjian bisnis. Sebanyak lima perjanjian antar pemerintah atau Government to Government (G2G), meliputi bidang keagamaan, pendidikan, pertanian, kesehatan dan penanggulangan terorisme.

        Sedangkan 11 perjanjian bisnis (business to business) di antaranya meliputi bidang energi, migas, petrokimia, pelabuhan, telekomunikasi dan riset dengan total nilai investasi sebesar USD 22.89 miliar atau sekitar 314,9 triliun rupiah.

        Baca Juga: Jokowi Rekrut Putra Mahkota UEA Jabat Dewan Pengarah IKN

        ?PEA akan tetap menjadi salah satu mitra penting kerja sama ekonomi Indonesia, terutama di bidang investasi,? ujar Presiden Jokowi.

        Sementara itu, Bhima menilai jika UEA benar-benar berinvestasi terhadap pembangunan IKN baru Indonesia, maka sistem keuangan syariah UEA yang sudah stabil berpeluang menjadi "alternatif bantuan keuangan untuk pembangunan ibu kota baru."

        Tidak hanya sektor ekstraksi, Bhima juga menambahkan kemungkinan UEA akan mencoba investasi di sektor pariwisata dan pendidikan. Namun UEA nampaknya tidak tertarik di sektor infrastruktur atau investasi fisik.

        ?Lebih ke mining extractive, hampir sama seperti Arab Saudi. Kalau China bermain di nikel, sedangkan Arab Saudi mainnya di migas,? ungkapnya.

        Baca Juga: UEA Siapkan Investasi US$22,8 Miliar, Termasuk untuk Ibu Kota Baru

        Keran investasi mesti dijaga

        Sebelumnya pada Jumat (10/1/2020), Presiden Joko Widodo juga membuka tawaran investasi pembangunan IKN baru kepada Jepang. Presiden Jokowi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang dan delegasi perusahaan Jepang Softbank sebagai upaya menggenjot diplomasi ekonomi.

        Bhima menambahkan pemerintah juga harus hati-hati jangan terlalu lebar membuka keran investasi. Ia khawatir investasi berlebihan dampaknya tidak sehat terutama yang berkaitan dengan infrastruktur inti, seperti gedung pemerintahan.

        ?Karena yang namanya pembangunan ibu kota baru, khususnya gedung-gedung pemerintahan bila dikuasakan kepada investor, nanti investor bisa menunjuk kontraktor yang mereka sukai. Maka dari segi security kan berbahaya juga, national security-nya Indonesia,? paparnya.

        Bhima menambahkan para investor mungkin akan mengharapkan keuntungan yang lebih dari sekedar pembangunan gedung pemerintahan.

        ?Tapi kalau supporting-nya seperti energi, spbu baru, kilang itu memang bisa diserahkan pada investor. Jadi memang harus dibedakan mana sarana prasarana yang sifatnya strategis keamanan dan mana yang pendukung dari ibu kota baru,? ujarnya.

        Apa keuntungan investasi kedua belah pihak?

        Masing-masing negara yang menjalin kerja sama investasi pembangunan ibu kota baru akan menerima keuntungan di sektornya masing-masing. Menurut Bhima, berikut keuntungan bagi Indonesia bila investasi UEA untuk pembangunan ibu kota baru terealisasi:

        Pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik sehingga bisa keluar dari angka pertumbuhan ekonomi yang cenderung stagnan di lima persen.

        Angka tenaga kerja yang berkontribusi di sektor manufaktur bisa lebih banyak.

        Mengurangi ketergantungan terhadap impor penguatan nilai tukar rupiah dalam jangka panjang.

        ?Kalau buat UEA, mereka melihatnya bahwa Indonesia ini pasar menarik, mengalami bonus demografi yang artinya populasi kita masih muda dan produktif. Sehingga investasi yang ditanamkan harapannya profitnya atau return memang relatif lebih tinggi, dibanding negara Asia atau negara berkembang lainnya,? jelasnya.

        Bila UEA menjalin kerjasama investasi pembangunan ibu kota baru negara Indonesia, maka UEA bisa mendiversifikasi kekuatan ekonominya, tidak hanya ke sektor ekstraktif, namun ada kerja sama di bidang pendidikan dan lain-lain.

        ?Harapannya juga memunculkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi UEA karena mereka bisa mendiversifikasi dari sektor yang selama ini mereka bergantung pada migas,? jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: