Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PKS-Gerindra: Dulu Sekutu, Kini...

        PKS-Gerindra: Dulu Sekutu, Kini... Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Drama pencarian wakil gubernur DKI Jakarta masih belum usai. Posisi tersebut kosong lebih dari satu tahun setelah Sandiaga Uno mengundurkan diri untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pada 10 Agustus 2018 lalu.

        Pencarian wagub tersebut juga mengungkap situasi baru terkait relasi antara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Partai Gerindra. Dua partai itu, dalam banyak momen, selalu terlihat mesra.

        Baca Juga: PKS Akan Angkut Cawagub Muter-Muter DPRD DKI Jakarta

        Bahkan, dalam sebuah kesempatan, Prabowo, sang ketua umum Partai Gerindra, menyebut PKS tidak hanya sahabat, tapi sudah menjadi sekutu. Jika sahabat masih sering meninggalkan sahabat lain, tapi kalau sekutu rasanya berat untuk berpisah. Begitu kata mantan Komandan Jenderal Kopassus waktu itu.

        Para elite PKS seperti Sohibul Iman, Mardani Ali Sera, dan Hidayat Nur Wahid, saat itu pun membalas pernyataan Prabowo. Mereka menyebut tidak cuma sekutu, tapi sudah jadi segajah.

        Istilah atau ungkapan yang menggambarkan soal hubungan PKS-Gerindra itu memang punya dasar yang kuat. Kedua partai sudah menjalin koalisi sejak lama. Mereka sudah bahu-membahu di banyak momen politik besar, misalnya Pilpres 2014, Pilgub DKI Jakarta, Pilgub Jabar, sampai Pilpres 2019 yang lalu.

        Namun, cerita sekutu antara PKS dan Gerindra kini terancam berantakan dan berubah menjadi sengketa. Sebabnya, mereka berebut kursi wagub DKI Jakarta. Seperti diketahui, pada Pilgub DKI 2017 lalu, Partai Gerindra dan PKS mengusung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Nama terakhir adalah pengurus teras Gerindra, sedangkan Anies sendiri lebih dikenal sebagai kalangan akademisi dan bukan kader kedua partai itu.

        Sebelum maju sebagai cagub, Anies sempat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelum di-reshuffle oleh Presiden Jokowi. Kemudian, Anies juga tercatat mengikuti ajang konvensi calon presiden dari Partai Demokrat yang tidak dia menangkan. Selain itu, Anies juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina.

        Dari situasi tersebut, bisa dikatakan ketika Sandiaga meninggalkan kursi wagub DKI, seharusnya posisinya adalah milik Gerindra, seperti halnya ketika PDIP mengklaim kursi wagub DKI dengan mendorong Djarot Saiful Hidayat. Tapi tampaknya, situasi bagi Gerindra dan PKS tidaklah sama. Pada Pilpres 2019 lalu, baik capres maupun cawapres sudah dikuasai oleh kader Partai Gerindra.

        Kondisi itu sempat menimbulkan gejolak. Gerindra lantas menyerahkan kursi wagub DKI ke PKS seperti disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik dan diamini Ketua DPW PKS DKI Jakarta Sakhir Purnomo.

        Pada perjalanannya, PKS mengajukan tiga nama untuk menduduki kursi wagub DKI. Mereka antara lain Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu, Sekretaris Umum DPW PKS DKI Jakarta Agung Yulianto, dan Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi. Dari tiga itu, rencananya hanya dua yang akan diajukan ke DPRD DKI Jakarta. Namun, nama-nama itu tidak jelas nasibnya. Sampai kemudian, babak baru pun muncul.

        Prabowo-Sandi, capres-cawapres yang Gerindra-PKS usung kalah dalam pertarungan melawan Jokowi-Ma'ruf Amin. Kemudian, Prabowo memilih masuk ke pemerintahan Jokowi yang baru dengan menjadi Menteri Pertahanan. Dan, PKS tetap konsisten menjadi partai oposisi.

        Sekarang ini, dua partai itu sepakat mengirimkan masing-masing satu nama untuk menjadi calon wakil gubernur DKI Jakarta. Mereka adalah Nurmansyah Lubis dari PKS dan Ahmad Riza Patria dari Gerindra.

        Ketua DPW PKS DKI Sakhir Purnomo menceritakan, ada kompromi yang dilakukan dengan Gerindra terkait dengan posisi cawagub DKI Jakarta. Sebab, PKS-Gerindra merupakan pengusung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI.

        "Awalnya kan ada dua (cawagub DKI dari PKS), Pak Agung (Agung Yulianto) dan Pak Syaikhu (Ahmad Syaikhu). Tetapi dalam perjalanannya, tidak tuntas-tuntas juga (ditetapkannya wagub DKI)," kata Sakhir belum lama ini.

        Sakhir menyampaikan, Dewan Pimpinan Pusat PKS mengambil keputusan untuk memilih lagi satu cawagub yang sempat diajukan Gerindra, yaitu Riza Patria. Sementara, PKS juga memilih satu lagi kadernya, yaitu Nurmansjah Lubis.

        "Di antara solusinya, boleh dikatakan win-win solution-nya, ajuan empat (cawagub Gerindra) itu dipilih salah satu oleh DPP, dan termasuk kami juga mengajukan usulan, dan kemudian PKS juga ajukan satu nama lagi," ujar Sakhir.

        Sakhir juga menambahkan, kompromi dilakukan sekalipun posisi wagub merupakan jatah PKS, PKS mengklaim tidak ingin kepentingan warga Jakarta terus dikorbankan. Dia menuturkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sudah lama sendirian memimpin DKI tanpa didampingi wakil.

        "Kalau PKS berkeras 'pokoknya maunya (wagub DKI) PKS deh, enggak mau yang lain' kan perkiraan kami, dan teman-teman bisa perkirakan, akan (pemilihan wagub DKI) buntu terus, lama terus," ujar Sakhir.

        Peta Politik di DPRD DKI

        Dari dua nama itu, yang akan menjadi wagub DKI Jakarta hanya satu orang saja. Hal itu tentu saja membuat PKS dan Gerindra dalam posisi bersaing untuk meloloskan calon mereka.

        Kini, setelah dulu menjadi sekutu, PKS dan Gerindra berubah menjadi lawan tanding. Medannya adalah sidang paripurna DPRD DKI Jakarta. Mereka akan berlomba-lomba untuk meraih suara terbanyak dari para anggota dewan, kecuali dalam forum pemilihan nanti mereka menempuh jalan musyawarah mufakat. Jika tidak, maka satu-satunya jalan adalah voting alias suara terbanyak.

        Untuk diketahui, total kursi di DPRD DKI Jakarta sebanyak 106. Ada 10 partai politik yang memperoleh kursi berdasarkan hasil Pemilu 2019 yang lalu yaitu PDIP, Gerindra, PKS, PSI, Demokrat, PAN, Nasdem, PKB, Golkar, dan PPP.

        DPRD DKI Jakarta sendiri akan membentuk panlih atau panitia pemilihan untuk calon wakil gubernur DKI pada Januari 2020. Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi, berharap pembentukan panlih sebagai tahapan paling akhir dari proses pemilihan wagub DKI yang kosong sejak Agustus 2018.

        Siapa yang akan menang? Mari kita saksikan bersama-sama.

        Berikut ini adalah peta kursi di DPRD DKI Jakarta:

        1. PDIP 25 kursi.

        2. Partai Gerindra 19 kursi.

        3. PKS 16 kursi.

        4. PSI 8 kursi.

        5. Partai Demokrat 10 kursi.

        6. PAN 9 kursi.

        7. Partai Nasdem 7 kursi.

        8. PKB 5 kursi.

        9. Partai Golkar 6 kursi.

        10. PPP 1 kursi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: