Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Virus Korona, Kenapa WHO Tak Berlakukan Darurat Kesehatan Global?

        Soal Virus Korona, Kenapa WHO Tak Berlakukan Darurat Kesehatan Global? Kredit Foto: China Daily via Reuters
        Warta Ekonomi, Jenewa -

        Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum memberlakukan darurat kesehatan global menyusul wabah virus korona di China, yang telah merenggut 25 jiwa dan menjangkiti lebih 800 jiwa.

        Status darurat kesehatan global tergolong langka dan baru diterbitkan sebanyak lima kali dalam sejarah.

        Baca Juga: China Percepat Pembangunan Rumah Sakit Penanggulangan Virus Korona, Tanda Semakin Parah?

        Status darurat kesehatan global (PHEIC) mengacu pada "peristiwa luar biasa" yang berdampak pada kesehatan publik.

        Untuk kasus wabah virus korona di China, WHO sempat diisukan akan menerbitkan PHEIC, meski kemudian batal menyusul minimnya pengetahuan terkait penyebaran virus mematikan tersebut.

        Komisi Kedaruratan IHR (International Health Regulation) yang bernaung di bawah WHO sebelumnya mengatakan akan menunda pemberlakuan status darurat global untuk wabah virus korona.

        Situasi yang rumit dan perkembangan kasus yang terus berubah-ubah membuat anggota komisi urung membuat keputusan.

        Bagaimana WHO mendefinisikan darurat kesehatan global?

        Ada dua kriteria utama yang digunakan WHO untuk mendefinisikan sebuah wabah. Pertama, jika wabah penyakit mengancam lebih dari satu negara. Yang kedua adalah wabah membutuhkan "respon internasional yang terkoordinir."

        Menurut WHO, jika sebuah kasus penyebaran penyakit dipertimbangkan sebagai darurat global, maka "situasinya sudah serius, tidak biasa dan tidak diperkirakan."

        Komite Kedaruratan IHR berisikan sebuah panel tenaga ahli yang diangkat sesuai kemampuan dan pengalaman di bidang masing-masing. Sebanyak 196 negara, termasuk semua negara anggota WHO, sepakat menerima revisi teranyar Regulasi Kesehatan Internasional pada 2005 silam.

        Salah satu tugas utama komite adalah menganalisa bukti-bukti terkait, termasuk laju penularan antara manusia. Lembaga ini nantinya akan menerbitkan sejumlah rekomendasi. Adapun keputusan akhir akan diambil oleh Direktur Jendral WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

        "Keputusan untuk memberlakukan darurat kesehatan internasional pada kasus virus corona saya anggap sangat serius," tulis Ghebreyesus mengutip Deutsche Welle, Jumat (24/1/2020).

        Seberapa sering WHO menerbitkan status PHEIC?

        WHO tergolong langka mendeklarasikan PHEIC dalam kasus wabah penyakit.

        Status ini sendiri pertama kali dibentuk pada tahun 2005, sebagai respon atas wabah virus SARS dan H5N1 (flu burung) yang saat itu mendunia. Sejak saat itu badan kesehatan dunia ini mengembangkan prosedur khusus untuk pemberlakuan status PHEIC.

        Sejauh ini WHO baru menerbitkan lima status darurat. Wabah virus H1 yang juga disebut flu babi memicu pandemik global pada 2009 termasuk di antaranya. Sementara sisanya adalah wabah Ebola di Afrika Barat (2014-2016), polio (2014), virus Zika (2016) dan wabah Ebola yang masih mengamuk di Republik Demokratik Kongo hingga kini.

        Khususnya dalam kasus Kongo, WHO menunggu selama satu tahun sebelum memberlakukan status PHEIC.

        Apa dampak pemberlakuan status PHEIC?

        Deklarasi PHEIC akan membuka keran uang dan pembiayaan internasional untuk melindungi kesehatan publik di negara yang terkena wabah.

        Status darurat juga mengandung rekomendasi terkait perdagangan atau pariwisata, termasuk pemeriksaan di bandar udara. Dalam aksinya, WHO berusaha mengurangi potensi gangguan pada aktivitas perdagangan.

        Saat ini pemerintah China sudah memberlakukan karantina massal di delama kota lain, Wuhan, Ezhou, Huanggang, Chibi, Qianjiang, Zhijiang, Jingmen, dan Xiantao. Semua kota tersebut barada di Provinsi Hubei China Tengah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: