Penuhi Kebutuhan Air Minum dan Sanitasi, Water.org Gandeng Bank dan Startup
Air minum dan sanitasi masih menjadi permasalahan hampir di semua daerah di Indonesia. Di Jakarta saja, yang merupakan ibu kota negara dan kota terbesar dan paling maju di negeri ini, masih mengalami permasalahan tersebut.
40% warganya masih sulit mendapatkan air bersih. Angka tersebut (40%) dari 2008 sampai sekarang belum bergerak, artinya tidak ada perbaikan.
Padahal kebutuhan air minum dan sanitasi merupakan urusan dasar daerah. Itu artinya tidak semua kepala daerah sadar dengan hal tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan vokasi agar permasalahan tersebut menjadi perhatian. Sebab urusan dasar harus diselesaikan terlebih dahulu.
Baca Juga: Sanitasi Bukan Hanya Perkara Ketersediaan Infrastruktur, Melainkan...
Demikian terungkap dalam diskusi inovasi pembiayaan air minum dan sanitasi (PAMDS) Water Credit yang digelar oleh water.org. Dalam kesempatan tersebut, organisasi nirlaba dari Amerika itu memberikan solusi pendanaan untuk menangani permasalahan dasar tersebut.
Don Johnston, Direktur Operasional water.org, mengatakan, permasalahan salah satunya dipicu oleh ketidakmampuan masyarakat dalam membangun sumber air bersih karena tidak ada uang. Jadi, menurutnya, kunci akses air bersih adalah akses ke jasa keuangan.
"Kalau mereka mampu (punya uang), mereka akan mengatasi masalah itu sendiri," ujar Don.
Water.org sendiri yang telah beroperasi selama 30 tahun telah malayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air minum dan sanitasi melalui pembiayaan microfinance di 14 negara. Paling banyak yang telah dibantu adalah India. Di negara ini 25 juta orang telah mendapatkan akses air minum dan sanitasi berkat bantuan keuangan yang diberikan.
Di Indonesia sendiri, water.org telah beroperasi selama enam tahun, sudah ada 1,7 juta orang mendapatkan bantuan akses air minum dan sanitasi melalui pembiayaan mikro. Namun, itu masih sangat sedikit, masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan yang sama.
Adapun bantuan pembiayaan mikro yang bisa dilakukan dengan menggandeng lembaga-lembaga keuangan yang menawarkan pinjaman mikro, seperti Bank Perkreditan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Setidaknya saat ini terdapat 27 BPD di Indonesia dan 1.716 BPR. Itu semua akan menjadi target kerja sama.
Tidak hanya itu, pembiayaan juga bisa diberikan oleh lembaga keuangan digital (financial technology/fintech). Intinya, karena pembiayaan bersifat mikro, maka pihak yang diharapkan membantu memberikan pembiayaan tersebut adalah lembaga keuangan dengan pembiayaan bernilai kecil.
Baca Juga: Penasaran, Seberapa Banyak Sih Air Bersih di Ibu Kota Baru?
Alasannya, kebanyakan masyarakat kecil adalah masyarakat yang tidak memiliki akses ke bank, dan lembaga keuangan tersebut memiliki segmen masyarakat unbaked.
Setidaknya ada tiga startup yang bersedia mendukung program tersebut, mereka adalah Amartha (bergerak di bidang fintech peer-to-peer (P2P) lending dengan segmen ibu-ibu rumah tangga), Jamban (layanan toilet berbasis aplikasi), dan Gandeng Tangan (fintech P2P lending untuk pendanaan usaha mikro).
Merespons ajakan kerja sama water.org, Amarta mengaku terbuka dengan berbagai macam kolaborasi. Amartha sendiri memiliki program unggulan Desa Sejahtera Amartha, salah satunya di Cirebon, dengan memberdayakan perempuan membangun sarana sanitasi untuk limbah komunal.
Jamban menjalankan programnya dengan pendekatan desa wisata untuk menyediakan toilet bagi para pengunjung tempat wisata. Contoh di objek wisata Tamansari Jogja. Startup ini memperbaiki sarana toilet yang sudah ada, namun tidak layak.
Sementara Gandeng Tangan, salah satu program yang dijalankan adalah mengantarkan air di sekitar Labuan Bajo. Kegiatan lain bertema air juga pernah dilakukan di Bandung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti