Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dampak Wabah Corona Minim, Saatnya Balik Buru Saham di Pasar Modal

        Dampak Wabah Corona Minim, Saatnya Balik Buru Saham di Pasar Modal Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah sejumlah ketidakpastian ekonomi dari global memberi tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia, dalam beberapa minggu terakhir penyebaran virus corona turut mewarnai sentimen di pasar, khususnya pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) telah terkoreksi sebesar 3% sejak awal tahun hingga saat ini.

        Selain China, novel coronavirus (nCoV) telah menyebar ke 19 negara lainnya, termasuk Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Sri Lanka, Nepal, Uni Emirat Arab, Australia, AS, Kanada, Jerman, Perancis, Finlandia, dan terkini Filipina, India, dan Italia juga sudah mengonfirmasi adanya penyebaran. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menetapkan keadaan darurat internasional terkait virus corona, yang telah menewaskan 171 orang di China.

        Menurut Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi, penyebaran virus corona yang begitu cepat sempat membuat sejumlah investor wait and see terhadap penyebarannya di Indonesia. Namun, dengan langkah-langkah pencegahan serta gerak cepat pemerintah melakukan observasi terhadap sejumlah orang yang diduga terjangkit, membuat sentiment virus ini terhadap pasar saham mulai terbatas.

        Baca Juga: Wabah Virus Corona, Terawan: Paling Berat Hoaks

        "Dengan koreksi saham yang telah terjadi, sekarang adalah saat yang tepat untuk kembali masuk ke pasar saham dengan nilai valuasi yang wajar," ujar Lucky Ariesandi.

        Bila melihat pengalaman di masa lalu ketika terjadi penyebaran virus SARS pada 2003 dan Flu Burung selama 2005-2007, tidak ada dampaknya, baik bagi pasar saham maupun obligasi, hal yang sama juga akan terjadi, papar Lucky lebih lanjut.

        Virus yang bermula dari Wuhan ini memang akan memengaruhi komoditas global karena China adalah importir terbesar untuk batu bara, nikel, tembaga, importir terbesar kedua untuk gas dan emas, serta importir terbesar ketiga untuk CPO.

        Sehingga bila penyebaran virus ini berkepanjangan, akan berpengaruh terhadap harga komoditas tersebut, juga bagi ekspor Indonesia yang sekitar 30% adalah kontribusi dari ekpor non-migas.

        Sedangkan dampaknya bagi impor Indonesia juga tidak akan besar karena perusahaan besar yang berada di Hubei terkait dengan Indonesia, seperti Yangtze Optical Fible and Cable (YOFC) dan Xiaomi, telah memiliki fasilitas perakitan di Indonesia.

        Sebenarnya pandemic virus ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi karena kompetisi dari China berkurang, terutama untuk baja dan serat optik.

        Sektor yang mungkin akan memberi dampak cukup besar bagi perekonomian domestik adalah pariwisata. Sebab data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan wisatawan China memberi kontribusi sekitar 12% terhadap total wisatawan asing yang datang ke Indonesia hingga Oktober 2019.

        Baca Juga: Viral Pasangan Lansia Lawan Corona hingga Embusan Nafas Terakhir, Warganet: My Heart, So Sad!

        Rata-rata kedatangan wisatawan China ke Indonesia sekitar 532.000 orang pada kuartal pertama selama periode 2017?2019 atau secara total sekitar 2 juta wisatawan setiap tahunnya.

        Sejak merebaknya nCoV, Pemerintah China telah menghentikan sejumlah rencana perjalanan ke luar negeri, yang tentunya akan memengaruhi pendapatan pariwisata Indonesia pada kuartal pertama.

        Data dari Bank Indonesia di Bali memperlihatkan, rata-rata seorang wisatawan China menghabiskan sekitar Rp9,7 juta setiap kedatangan ke Bali pada 2018.

        "Biasanya turis dari China lebih suka datang pada kuartal pertama dan ketiga, dengan kasus ini, bila kedatangan wisatawan China berkurang sekitar 50% saja, kita berpotensi kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata sekitar Rp2,5 triliun," terang Lucky. Pada akhirnya, hal ini bisa berpengaruh terhadap defisit transaksi berjalan, tambahnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: