Pukulan Keras Corona untuk Dunia, China dan Banyak Negara Akui Kewalahan
Wabah virus corona jenis baru (2019-nCOV) menjadi pukulan keras bagi kesiapan setiap negara untuk menangani kesehatan. China pun kewalahan dengan kasus infeksi yang terus bertambah sehingga membuat fasilitas yang ada tidak mencukupi.
Pihak berwenang di Wuhan, kota yang menjadi pusat wabah, telah diperintahkan untuk membatasi orang yang diduga menderita 2019-nCOV masuk kamp karantina. Beberapa cerita warga yang diusir dari rumah sakit pun menjadi perbincangan.
Baca Juga: Rekor, Jumlah Kematian Pasien Corona dalam Sehari Capai 100 Orang
Rong Qin, salah satu warga Wuhan yang merasakan kekurangan fasilitas itu. Dia tinggal bersama putranya yang baru lahir dan anak perempuannya yang berusia 3 tahun, ibu, ayah, dan suami di sebuah apartemen dua kamar tidur di Wuhan.
Qin memohon bantuan melalui unggahan di Weibo, sebuah mikroblog China, bahwa dia dan ayahnya terinfeksi tetapi tidak bisa mendapatkan fasilitas rumah sakit. Hal itu membuatnya khawatir untuk seluruh keluarga akan ikut terkena virus.
"Saya diberitahu bahwa walaupun kami memiliki konfirmasi infeksi dari rumah sakit, kami harus menunggu ketersediaan tempat tidur. Sejauh yang saya tahu, sudah ada banyak orang yang mengantre untuk meminta bantuan," kata Qin.
Masalah yang paling jelas di Wuhan adalah momok yang mengkhawatirkan bagi pejabat kesehatan di banyak tempat lain. Jumlah orang yang terinfeksi telah melampaui 40.000 dengan lebih dari 1.000 orang meninggal. Pejabat berusaha meyakinkan masyarakat, sambil bergerak untuk memastikan pasokan obat-obatan dan kebutuhan medis lainnya tetap memadai.
Di Wuhan, tiga fasilitas besar telah diubah menjadi rumah sakit darurat, menyediakan 3.800 tempat tidur untuk pasien dengan gejala virus yang ringan. Kota tersebut berencana untuk mengubah lebih banyak fasilitas menjadi rumah sakit untuk perawatan dan pemeriksaan darurat.
China pun sudah membuat dua rumah sakit baru, satu dengan 1.000 tempat tidur dan yang lainnya dengan 1.500. Tentara Pembebasan Rakyat mengerahkan 1.400 dokter, perawat, dan personel lain untuk membantu staf rumah sakit di pusat industri.
Beberapa negara di luar China yang memiliki beban kasus besar, seperti Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat, memiliki sumber daya yang relatif banyak untuk mengisolasi dan merawat pasien. Namun, negara-negara berpenghasilan rendah tidak semapan itu.
Pada pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa pekan lalu, delegasi dari berbagai negara termasuk Sudan dan Bangladesh mencari bantuan untuk jaringan kesehatan. Seorang perwakilan dari Sudan mengatakan, telah membuat ruang isolasi menggunakan sumber daya lokal.
Hanya saja, karena negara itu telah memerangi enam wabah penyakit besar lainnya dan juga menghadapi sanksi internasional, mereka kekurangan dana sekitar 2 juta dolar AS dari dana yang dibutuhkan.
Direktur WHO untuk Strategi Keadaan Darurat Kesehatan Scott Pendergast mengatakan, perkiraan biaya untuk meningkatkan kapasitas sistem kesehatan masyarakat menanggapi virus dapat mencapai 675 juta dolar AS pada Februari-April. Dana itu tidak termasuk penelitian atau dampak ekonomi dari pembatasan perjalanan dan langkah-langkah lain.
Baca Juga: Peneliti China Ungkap Pasien Virus Corona Bisa Tanpa Gejala Lebih dari 24 Hari
"Ini adalah perkiraan biaya respons yang harus ditambah dengan perencanaan dari bawah ke atas di tingkat negara bersama dengan para mitra," kata Pendergast.
Pendergast menyatakan, semua negara berisiko dan perlu bersiap untuk virus corona. WHO akan memprioritaskan negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah dan kesenjangan yang signifikan dalam kapasitas kesiapsiagaan untuk dukungan teknis dan operasional.
Di Thailand, yang telah mengonfirmasi 32 kasus virus, pejabat kesehatan mengunjungi kontak orang-orang yang diketahui terinfeksi satu per satu untuk mengikuti potensi penyebaran virus. Kasus-kasus baru terus muncul di tujuan liburan tropis dan pusat pariwisata medis.
"Sistem Thailand kami adalah salah satu yang terbaik di dunia," kata wakil direktur jenderal Departemen Pengendalian Penyakit Departemen Kesehatan Thanarak Plipat. Namun, Plipat mengakui, tidak ada negara yang siap menghadapi pandemi global.
WHO pun telah bergerak dengan mengirim masker, sarung tangan, dan respirator serta hampir 18.000 pakaian isolasi ke 24 negara yang membutuhkan dukungan. Untuk mempercepat diagnosis, 250.000 test kit dikirim ke lebih dari 70 laboratorium.
Kebutuhan itu paling banyak diberikan ke negara di Afrika. Sebagian besar negara-negara di wilayah itu, tidak memiliki kapasitas untuk melakukan tes semacam itu. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mendesak lebih banyak kerja sama antara sektor kesehatan publik dan swasta dalam mengembangkan tes, perawatan, dan vaksin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: