Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Effendi Gazali Kritik Permen Era Susi yang Kontra Budi Daya Lobster

        Effendi Gazali Kritik Permen Era Susi yang Kontra Budi Daya Lobster Kredit Foto: Antara/ANTARA FOTO/Aditya Pradana
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2-KKP), Effendi Gazali, mengkritisi Susi Pudjiastuti. Kritikan ini karena Peraturan Menteri atau Permen Nomor 56 Tahun 2016 yang diterbitkan era Susi dinilai berdampak terhadap budi daya lobster.

        Effendi menyampaikan ini dalam diskusi "Melawan Logika Sesat tentang Lobster Apa Adanya" di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020. Ia menyindir permen era Susi saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan itu justru membuat kepunahan lobster. Alasannya, dengan permen tersebut tak mengizinkan budi daya lobster.

        Baca Juga: Benih Lobster Tak Boleh Ditangkap, Nelayan Teriak

        "Lobster hanya boleh diambil dari alam tidak dalam keadaan bertelur dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor," kata Effendi dalam keterangannya, Kamis (20/2/2020).

        Dia heran dengan kebijakan Susi tersebut. Ia mencontohkan seperti lobster jenis mutiara, pertama kali matang telur memiliki kondisi dengan berat di atas 700 gram per ekor. Namun, jika diperbolehkan diambil pada ukuran di atas 200 gram per ekor, yang ada akan mempercepat kepunahan terhadap lobster.

        "Apa artinya permen 56 ini yang justru mendukung kepunahan lobster mutiara. Dia tidak boleh dibudidaya dan diambil dari alam sebelum dia bisa bertelur," ujarnya.

        Dia juga heran dengan adanya isu negara lain juga tak membudidayakan lobster karena hanya dibiarkan dipelihara alam. Setelah itu, diambil jika lobster sudah besar. Pandangan ini dianggapnya keliru dan gagal paham.

        Bagi Effendi, persepsi tersebut tak sesuai dengan survei dirinya yang langsung berkunjung ke Australia dan Vietnam. Kata dia, dua negara itu faktanya berhasil menerapkan budi daya. Ia pun meminta agar isu lobster ini bisa dilihat secara jernih.

        "Sektor budi daya harus didorong karena survival rate dari benih lobster adalah 1 banding 10.000 di daerah sink population. Angka ini hanya 1 banding 1000 di daerah non-sink population," jelasnya.

        Terkait sink population, daerah ini memiliki populasi lobster dewasa yang tak berbanding lurus dengan jumlah benih yang berlimpah. Dalam hal ini, benihnya sangat banyak, mudah terlihat, tapi banyak pula predator alamnya.

        "Jadi benih atau benur ini yang dibudidaya, di Vietnam bisa dengan survival rate 70 persen, pada berat 50 gram, 1 persen dikembalikan ke alam, sebagai restocking dan upaya menjamin kelestarian yang sejati," ujarnya.

        Effendi dan Susi sebelumnya terlibat perang pernyataan di media sosial Twitter. Mereka berdua saling menyampaikan pandangan soal kebijakan budi daya lobster. Effendi pun mengundang Susi untuk hadir dalam diskusi "Melawan Logika Sesat tentang Lobster Apa Adanya" yang digelar di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu, 19 Februari 2020. Diskusi tetap berjalan tanpa dihadiri Susi.

        @susipudjiastuti

        Tanpa bibit Lobster dr kita Vietnam punya Ekspor Lobster & Industri Pembesaran Lobsternya akan Hancur & Rontok. Namun 2 thn terakhir terutama 1 thn terakhir, sy tidak mampu menggagalkan penyelundupannya dg significant. Terlalu besar uangnya hingga backing oknum2 besar & kuat ikut

        @effendigazali

        #BuSusiysh 20 @Susipudjiastuti Tidak ada yg kalah & menang dlm diskusi Rabu ini. Yg? KP2 cari adlh revisi Permen agar sesuai Visi-Misi Presiden termutakhir (kan skrg tdk ada Visi-Misi Menteri). Pasti Presiden ingin ekspor naik, budidaya tumbuh, laut lestari, nelayan sjahtera

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: