Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pelaku Pasar Tenang Ya, Rupiah Kembali Menguat Kok!

        Pelaku Pasar Tenang Ya, Rupiah Kembali Menguat Kok! Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Nilai tukar?rupiah unjuk gigi dan membuktikan keperkasaannya di hadapan mata uang global, terutama?dolar AS. Sejak pembukaan pasar spot Kamis (26/3/2020), rupiah terapresiasi 1,5% ke level Rp16.200 per dolar AS. Capaian rupiah pada hari ini umpama oasis di padang pasir, mengingat beberapa waktu lalu rupiah tak berdaya hingga terkoreksi -16,20% dalam sebulan ke belakang.

        Menariknya lagi, rupiah kini kembali menjelma sebagai mata uang penguasa di tingkat global karena unggul jauh terhadap euro (0,87%), poundsterling (1,48%), dan dolar Australia (1,98%).

        Menanggapi hal ini, ekonom BNI Kiryanto mengatakan, penguatan ini tak lepas dari sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stablilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya.

        Baca Juga: Rupiah is Back! Berani Unjuk Gigi, Rupiah Serang Dolar AS Habis-Habisan dan Jadi Penguasa Dunia!

        "Saya kira policy moneter BI sudah on the right track karena BI selalu ahead the curve dan preemptive action. Dari sisi policy fiscal juga sudah sesuai ekspektasi," ujarnya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Kamis (26/3/2020).

        Saat ini, lanjut dia, tinggal eksekusi di lapangan saja supaya publik dan pasar segera confidence sehingga pasar modal dan nilai tukar rupiah kembali menguat dan stabil.

        "Sebaliknya pelaku pasar juga harus tenang, tidak usah panik yang tidak ada dasarnya, selalu cermati policy pemerintah, BI dan OJK, sehingga tidak salah ambil keputusan atau posisi. Pelaku pasar harus tenang, rasional, dan fokus," jelasnya.

        Lebih lanjut, kata Kiryanto, dalam menganalisis nilai tukar rupiah tidak bisa dilihat dalam tempo pendek atau sesaat. Harus dilihat dalam horison yang lebih panjang, misalnya 6-12 bulan.

        Pasalnya, kalau menganalisisnya hanya jangka pendek, pasti hasilnya menyesatkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara teoritis, historis maupun metodologis.

        Baca Juga: Di Tengah Wabah Corona, Operasional dan Layanan BI Jalan Terus

        "Yang bisa dijawab, apa penyebab melemahnya rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini, yakni karena kepanikan pelaku pasar yang berlebihan menyikapi pemberitaan bahwa outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia yang anjlok drastis di bawah ekspektasi pasar, analis, dan ekonom. Tapi reaksi kepanikan itu hanya temporer, tidak akan berkelanjutan karena kebijakan moneter dan fiskalnya sudah sesuai dengan ekspektasi pasar," ungkap Kiryanto.

        "Juga tak kalah pentingnya, BI terus memonitor perkembangan kurs rupiah dan selalu in the market sehingga bisa menaikkan kepercayaan pasar terhadap prospek nilai tukar rupiah," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: