Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lockdown, Tekanan Infrastruktur Internet Terus Meningkat

        Lockdown, Tekanan Infrastruktur Internet Terus Meningkat Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pandemi virus corona (Covid-19) dan langkah isolasi diri telah mengubah praktik kerja masyarakat dunia. Data baru dari Universitas Monash mengungkapkan infrastruktur internet sedang berada di bawah tekanan yang signifikan seiring pemberlakuan kebijakan lockdown?di banyak negara.

        Tiga ekonom Universitas Monash Dr Klaus Ackerman, Profesor Simon Angus, dan Profesor Paul Raschky melakukan penelitian terkait bagaimana besaran volume data dari aktivitas internet global dapat menyimpulkan perilaku ekonomi sosial manusia.

        Lewat perusahaan data alternatif yang berbasis di Melbourne, KASPR DataHaus, ketiga ekonom tersebut mengembangkan teknologi yang mengumpulkan dan memproses miliaran aktivitas internet dan pengukuran kualitas untuk setiap lokasi di dunia secara berkesinambungan setiap harinya.

        Baca Juga: Terpisah Jarak karena Corona, Penggunaan Medsos Milik Facebook Melonjak Drastis

        Mereka kemudian menciptakan peta Tekanan Internet Global yang tersedia untuk umum dan diperbarui secara berkala melalui situs web KASPR DataHaus. Para pengguna dapat menjelajahi pengamatan global di dasbor dan mengunduh data untuk negara tertentu.

        Berdasarkan dari data yang diambil pada Kamis-Jumat, 13-14 Februari 2020, sebagai dasar, para peneliti Monash mampu mengamati perubahan dalam pola latensi internet yang muncul selama dua hari tersebut, diakibatkan dengan semakin banyak negara yang menerapkan kebijakan lockdown.

        Profesor Paul Raschky menyebut ukuran perbedaan antara hari-hari pertama setelah berlakunya lockdown, dan periode awal pada awal Februari sebagai 'Tekanan Internet'. Karena jika lebih besar dari nol, akan memunculkan latensi atau kecepatan, masalah mulai memengaruhi jutaan pengguna internet di wilayah yang melakukan lockdown.

        Walaupun nilainya mungkin relatif kecil, sebesar 3 atau 7 persen, perbedaan sejumlah itu sebenarnya dapat dikatakan jauh dari normal. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pengguna mungkin mengalami kemacetan bandwidth. Semakin banyak orang di rumah, berarti semakin banyak orang yang online--menghasilkan tingkat bandwidth yang besar.

        Situasinya serupa seperti sebuah keluarga yang mencoba untuk melewati terowongan kereta bawah tanah yang ramai. Video streaming atau unggahan video selama telekonferensi terdiri dari ribuan paket kecil informasi. Paket-paket ini perlu menemukan jalan turun ke tembaga dan kabel serat optik untuk melintasi jarak yang luas. Semakin banyak paket streaming yang melakukan perjalanan sekaligus, semakin padat jalurnya, dan semakin lambat waktu kedatangannya.

        Dengan berfokus pada wilayah di negara-negara yang memiliki setidaknya 100 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi per Jumat (13/3), para peneliti dapat meninjau bagaimana kinerja internet di masing-masing negara mengingat adanya peningkatan yang tinggi dalam penggunaan platform hiburan yang berbasis di rumah, konferensi video, serta komunikasi yang berlangsung online.

        Temuan peneliti Universitas Monash tersebut setidaknya memberikan pandangan yang menarik mengenai apa yang sekarang menjadi realitas global. Ketika pemerintah dihadapkan dengan opsi untuk melakukan karantina suatu wilayah, tekanan terhadap infrastruktur internet tidak dapat dihindari.

        "Di sebagian besar negara OECD yang terkena dampak Covid-19, kualitas internet masih relatif stabil. Meskipun wilayah di seluruh Italia, Spanyol, dan agak mengejutkan, Swedia, menunjukkan tanda-tanda ketegangan," kata Raschky, Selasa (30/3/2020).

        Pada saat penelitian berlangsung, para peneliti menemukan bahwa Malaysia justru muncul sebagai suatu anomali. Meskipun memiliki sejumlah kecil kasus yang dikonfirmasi pada 13 Maret, tingkat 'tekanan internet' yang ada jauh lebih besar dibandingkan dengan Tiongkok, Italia, Korea Selatan, Spanyol dan Jepang--semua negara dengan jumlah kasus yang dikonfirmasi beberapa kali lebih besar.

        Lantas bagaimana dengan Indonesia? Mengingat jumlah peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 yang terus bertambah setiap hari dirasa belum mampu mendorong perlambatan penyebaran virus corona di Indonesia.

        Menurut Juru Bicara Presiden RI Fajrul Rachman pada Senin (30/3), pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan opsi pembatasan sosial berskala dengan darurat sipil atau menempuh pembatasan sosial dengan pendisiplinan hukum.

        Dua pekan lalu, lonjakan jumlah pemain game online Mobile Legends dan Fortnite tercatat meningkat drastis ketika pemerintah mengumumkan imbauan untuk belajar di rumah bagi pelajar, belum lagi ketika instansi pemerintah dan perkantoran mulai memberlakukan kebijakan bekerja di rumah bagi karyawannya.

        Baca Juga: Bukan Bekasi atau Depok, Ternyata Wilayah Ini Terbanyak Positif Corona se-Jabar

        Selain itu, berdasarkan pantauan dari beberapa operator seluler Indonesia disebutkan terjadi lonjakan trafik data sebesar 7-15%.

        Hal ini tentunya memberikan tugas tambahan bagi operator seluler Indonesia untuk tetap memberikan layanan yang terbaik usai adanya lonjakan penggunaan internet setelah anjuran bekerja dan bersekolah dari rumah, seperti dikemukakan Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Andi Budimansyah.

        "Pertanyaannya, siapkah infrastruktur internet Indonesia mengalami tekanan Covid-19," ujar Raschky.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: