Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah menetapkan status darurat kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menangani wabah virus corona atau Covid-19.
Menurutnya, PP PSBB tersebut tidak secara rinci mengatur mekanisme dan kewenangan pemerintah daerah untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar.
"Daerah-daerah mana saja yang orang dan barang tidak boleh masuk ke daerahnya? Sebab suatu daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya," ujarnya dalam keterangan resminya, Rabu (1/4/2020).
Baca Juga: Selamatkan Ekonomi Itu Nomor Dua, Yusril Tegas: Pak Jokowi Gak Punya Pilihan Lain, Kecuali. . . .
Baca Juga: Jokowi Digugat Rp10 M, Istana Ngegas: Minta Sana Sama Corona!
Lanjutnya, ia juga mengkritik soal keterlibatan aparat dalam mendukung kebijakan pembatasan pergerakan orang dan barang.
"Apakah untuk efektifitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu Pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI, misalnya, hal itu tidak diatur dalam PP No 21 Tahun 2020 ini," ujarnya.
"UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuk orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Pemda paling hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang memang berada di bawah Pemda," tambahnya.
Ia pun menyebut karantina wilayah atau lockdown yang diterapkan sejumlah negara tidak dilakukan pemerintah pusat.
Ia pemerintah Indonesia khawatir dengan kondisi ekonomi jika kebijakan tersebut diterapkan.
"Pemerintah juga mungkin tidak akan mampu menyediakan kebutuhan dasar hidup masyarakat dan hewan ternak yang ada di daerah yang diterapkan Karantina Wilayah," paparnya.
"Bisa-bisa kita seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan," kata Yusril.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil