Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memaparkan kronologi rinci perkara anak buah kapal (ABK) WNI yang bekerja di kapal berbendera China, menyusul viralnya video yang menggambarkan eksploitasi terhadap ABK tersebut.
Melalui pernyataan pers secara daring pada Kamis (7/5) sore, Retno menjelaskan mengenai perlindungan terhadap 46 ABK yang tengah diupayakan pemerintah saat ini. Serta kasus tiga ABK meninggal dunia yang jasadnya dilarung ke laut.
46 ABK itu tersebar di empat kapal ikan perusahaan China, yakni 15 orang di kapal Long Xing 629, delapan orang di kapal Long Xing 605, tiga orang di kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di kapal Long Xing 606.
"Sejak 14-16 April 2020, KBRI Seoul menerima informasi adanya kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 berbendera China, yang akan berlabuh di Busan membawa ABK WNI. Serta informasi adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut," kata Retno.
Baca Juga: Terungkap Aksi Tak Manusiawi Kapal Nelayan China, ABK WNI Meninggal Dihanyutkan ke Laut!
Kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 adalah dua kapal yang membawa seluruh 46 ABK Indonesia, melalui perairan Korea Selatan, dan sempat berlabuh di Busan.
Kedua kapal yang saat ini sudah berlayar ke China, sempat tertahan karena 35 ABK Indonesia yang dialihkan dari Long Xing 629 dan Long Xing 606 tidak terdaftar sebagai ABK di kedua kapal yang berlabuh di Busan. Sehingga, mereka dianggap sebagai penumpang oleh otoritas pelabuhan.
Mayoritas ABK tersebut kini telah pulang ke Tanah Air. Total 11 orang ABK Long Xing 605 dan Tianyu 8 sudah kembali sejak 24 April, serta 18 orang ABK Long Xing 606 sudah kembali pada 3 Mei. Sementara dua sisa ABK Long Xing 606, masih berada di perairan Korea untuk menyelesaikan proses keimigrasian sebelum dipulangkan kemudian.
Sebanyak 15 ABK Long Xing 629 akan dipulangkan pada 8 Mei besok, setelah sempat dikarantina di hotel selama 14 hari. Dari 15 ABK Long Xing 629 yang akan kembali ke Tanah Air esok hari, satu orang telah meninggal dunia pada 27 April, usai dirawat sehari sebelumnya.
Keterangan Busan Medical Center menunjukkan, ABK tersebut menderita pneumonia. Di samping perkara 46 ABK tersebut, terdapat kasus tiga ABK meninggal dunia ketika masih di atas kapal.
Jenazahnya kemudian dilarung ke laut lepas, atau diperlakukan dengan cara burial at sea.
Perusahaan pengelola kapal menyebut pelarungan itu sudah sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku secara ketenagakerjaan internasional, dan mendapat persetujuan dari pihak keluarga mereka.
Hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri tengah bekerja untuk memastikan kondisi di kapal terkait pemenuhan hak-hak para pekerja. Serta penyelidikan lebih lanjut atas pernyataan pengelola kapal soal pelarungan jenazah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: