Bisnis Penerbangan Lesu dan Jatuh Tempo Utang Bulan Depan, Gimana Nasib Garuda?
Garuda Indonesia sedang berada di titik ujian tertinggi. Sebab, di tengah memburuknya industri penerbangan, Garuda masih memiliki kewajiban membayar utang Rp7 triliun yang jatuh tempo bulan depan.
Bukan hanya Garuda yang pusing, melainkan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebab, Kemenkeu termasuk pemegang saham BUMN.
"Kita sedang memikirkan beberapa alternatif. Mencari solusi untuk bantu sukuk Garuda, itu kan Juni," kata Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirman dalam video confrence di Jakarta, kemarin (8/5/2020).
Baca Juga: Terbitkan Surat Utang, Cadangan Devisa RI Meningkat US$6,9 Miliar
Menurut Luky, ada beberapa alternatif yang disiapkan untuk menutupi utang Garuda. Sayangnya, dia tidak merinci skema seperti apa yang akan digunakan. Pasalnya, opsi yang ada saat ini masih dalam tahap penggodokan.
"Ini memang in progress. Pokoknya proses ini kita bersama-sama dengan Kementerian BUMN sedang memikirkan jalan keluar untuk Garuda," cetusnya.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengaku minta bantuan untuk menyelesaikan utang yang akan jatuh tempo bulan depan. "Kita relaksasi keuangan, ini punya sedikit masalah. Juni ini jatuh tempo 500 juta dolar AS, sehingga kita membutuhkan bantuan keuangan dan relaksasi," tuturnya.
Untuk diketahui, ekuitas Garuda saat ini mencapai 720,62 juta dolar AS. Dengan begitu, posisi debt to equity ratio (DER) menyentuh 2,55 kali, dan net debt to equity rationya mencapai 214 persen. Garuda juga memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar per akhir 2019, yakni 3,25 miliar dolar AS. Kewajiban jangka pendek itu mendominasi total liabilitas perseroan yang mencapai 3,73 miliar dolar AS.
Dari jumlah tersebut, 984,85 juta dolar AS di antaranya berasal dari pinjaman bank. Rinciannya: pinjaman bank terafiliasi 540,09 juta dolar AS, dan 444,75 juta dolar AS kepada bank pihak ketiga. Salah satu utang yang jatuh tempo dalam waktu dekat yakni Indonesia Global Sukuk Limited yang terbit pada 2015 senilai 500 juta dolar AS pada 3 Juni 2020.
Sukuk tersebut, diterbitkan 3 Juni 2015 di Bursa Singapura atau Singapore Exchange. Tujuan untuk reprofiling utang Garuda. Sukuk ini memiliki tingkat suku bunga tetap tahunan sebesar 5,95 persen, dengan pembayaran bunga setiap enam bulan.
Sementara, pembayaran pokok sukuk dilakukan secara penuh saat jatuh tempo, 3 Juni 2020. Untuk membayar utang tersebut, Garuda sempat membuka opsi menerbitkan sukuk global dan instrumen pendanaan lainnya senilai 900 juta dolar AS, atau setara Rp 12,59 triliun di awal tahun ini.
Ada tiga opsi yang dimiliki Garuda dalam membayar utang jatuh temponya. Pertama, melunasi sesuai tagihan. Hanya saja akan dinilai memberatkan, mengingat keuangan perusahaan sedang tertekan. Kedua, meminta perpanjangan waktu. Ketiga, meminta diskon.
"Pembayaran dengan diskon, negosiasi dengan diskon yang hari ini betul harganya sudah di 40 persen. Memang banyak diskusi yang mengatakan bahwa itu bisa di 60-70 persen," kata Irfan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Fuad Rizal juga sudah bersurat kepada pemegang saham sukuk global untuk melakukan dialog konstruktif terkait utang tersebut. Hal itu sebagai upaya memastikan keberlangsungan usaha di tengah ketidakpastian industri penerbangan karena pandemi corona.
"Perusahaan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kesejahteraan pekerja dan pelanggan, sambil mengelola likuiditas secara proaktif dalam menghadapi ketidakpastian bagi industri penerbangan. Perusahaan terus menilai semua opsi, khususnya terkait dengan sukuk," terang Fuad.
Anggota Komisi VI DPR, Deddy Yevri Sitorus meminta pemerintah dan manajemen Garuda harus lebih cermat menetapkan solusi penyelamatan. "Manajemen Garuda dan Kementerian BUMN harus hati-hati mencari solusi. Penyebabnya adalah operasi yang terkendala pandemi Covid-19, biaya operasional tinggi, serta utang sukuk yang jatuh tempo awal Juni 2020,” pesannya.
Legislator PDIP ini berharap Garuda dapat mencari pembiayaan untuk membayar utang jatuh temponya dengan mencari sumber pendanaan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). "Langkah paling tepat untuk mengatasi masa paceklik Garuda adalah dengan membayar sukuk global saat jatuh tempo. Caranya, mencari sumber pembiayaan dari bank dan diutamakan dari bank BUMN,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna