Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jangan Salah Paham, Rapid Test Bukan Berarti Dikarantina Ya

        Jangan Salah Paham, Rapid Test Bukan Berarti Dikarantina Ya Kredit Foto: Twitter/andimahfu_ri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rapid test atau tes cepat, merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah.

        Tes cepat rapid test hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya. Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk melakukan penelusuran kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

        Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina. Seseorang yang di-rapid test masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.

        Baca Juga: Ratusan Wisatawan Rapid Test Corona di Puncak, Tapi Ada yang Kabur!

        "Menjalani rapid test, tidak sama dengan dikarantina," tutur Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, melalui keterangan tertulis, Sabtu (20/6/2020).

        "Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif," imbuh Dokter Reisa.

        Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test atau tes cepat yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test, sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.

        Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi. Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif. Upaya ini, disebut sebagai contact tracing.

        Menurut Dokter Reisa, rapid test berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan. "Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi," jelasnya.

        Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal.

        "Ini meminimalisir kalau ada orang yang membawa virus, tapi tidak sakit, dan kemudian berpergian secara bebas," jelas Dokter Reisa.

        Dalam hal ini, carrier atau orang yang membawa virus akan membahayakan anggota masyarakat lainnya, terutama bagi yang rentan seperti balita, orang tua atau lansia, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

        "Ini berarti, rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat, agar segera sembuh, dan tidak malah menimbulkan komplikasi, dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus, tapi tetap sehat," jelas Dokter Reisa.

        "Mereka harus melindungi orang lain, jangan sampai kalau tidak ditanggulangi, maka bisa menulari orang lain. Orang seperti ini, bisa diisolasi mandiri di rumah, atau fasilitas lain," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: