Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Surabaya Banjir Corona, Risma Berkeras...

        Surabaya Banjir Corona, Risma Berkeras... Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
        Warta Ekonomi -

        Provinsi Jawa Timur kembali menjadi jawara corona. Ledakan kasus tersebut, salah satunya disumbang dari Kota Surabaya. Namun, Walikota Surabaya Tri Rismaharini agak keberatan, kalau wilayahnya disebut panen Corona. Risma menolak dianggap tidak kerja.

        Sampai kemarin, jumlah kasus positif virus corona di Jatim menembus angka 10.901. Dari jumlah itu setengahnya atau sebanyak 5 ribu kasus berasal dari Surabaya. Total kasus di Jatim menggeser posisi DKI Jakarta ke posisi dua dengan 10.796 kasus. Di peringkat selanjutnya adalah Sulawesi Selatan dengan 4.469 kasus, Jawa Tengah dengan 3.097 kasus, lalu Jawa Barat sebanyak 3.014 kasus.

        Baca Juga: Semoga Gak Terjadi! Sandiaga Waswas Gelombang Ketiga Corona yang Lebih Dahysat

        Baca Juga: Unicorn dan Decacorn Lakukan PHK Akibat Corona, Eks Menkominfo Buka Suara!

        Adanya ledakan kasus di Jatim ini mendapat perhatian dari Presiden Jokowi. Kamis (25/6) kemarin, Jokowi sampai menguliahi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Tri Rismaharini. 

        Apa tanggapan Risma? Politisi PDIP itu menolak dibilang ledakan kasus di Surabaya karena dirinya tidak bekerja. Kemarin, Risma ikut rapat dengan Menkopolhukam Mahmud MD dan Mendagri Tito Karnavian.

        Usai rapat, Risma menyebut angka positif baru di Surabaya sebenarnya sudah mengalami penurunan. "Cuma tadi saya nggak nyampaikan angka seolah-olah saya gak kerja. Sebetulnya turun angka itu, angka itu turun," kata Risma usai rapat di Hotel JW Marriot, Surabaya.

        Menurut Risma, penambahan kasus corona yang tinggi di Surabaya adalah data hasil swab dari seminggu yang lalu. "Tapi kalau setelah itu turun emang," ungkapnya. 

        Walikota dua periode ini mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai penyebaran corona. Misalnya, dengan melakukan rapid test.

        Teranyar ada 60 orang yang reaktif rapid test dan sedang tengah menunggu hasil swab. Nah, 60 orang ini kemudian ditracing atau dilacak bertemu atau berinteraksi dengan siapa saja untuk dilakukan isolasi.

        Risma mengaku sudah menugaskan petugas Puskesmas, Babinsa, Bhabinkamtibmas, hingga kelurahan untuk melakukan tracing. Menurut dia, jumlah orang yang melakukan rapid test sudah jauh lebih banyak dari sebelumnya.

        "Nanti kalau nggak banyak, saya dituduh nggak nyambut gawe (tidak kerja), kan repot. Memang hasilnya seperti itu," lanjutnya.

        Risma menjelaskan, untuk saat ini kasus penularan di Surabaya banyak terjadi di lingkungan keluarga. Artinya, ketika ada satu orang yang positif, dalam satu keluarga bisa menulari anggota keluarga lain.

        Untuk itu, Risma meminta jajarannya segera mengisolasi atau melakukan rawat inap langsung bagi warga yang ditemukan terpapar. Ini dilakukan untuk mengurangi risiko penularan. 

        Pemkot Surabaya juga akan fokus pada kawasan tertentu yang butuh penanganan khusus, misalnya, di sekitar Kecamatan Gubeng dan Tambaksari. Di dua daerah ini didapati banyak warga yang reaktif saat pemeriksaan massal di kota pahlawan.

        Risma juga membantah pernyataan yang menyebut 70 persen masyarakat di Surabaya Raya tak memakai masker di tengah pandemi. Risma menyatakan, warga Surabaya telah mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker. "Eh masak ya, lihat, masak 70 persen. Kamu lihat aja di jalanan itu (banyak orang pakai masker)," kata Risma.

        Soal masker ini sempat disinggung Jokowi. Presiden menyebut sebanyak 70 persen warga Jawa Timur tak menggunakan masker selama pandemi. Karena itu, Jokowi meminta agar sosialisasi penggunaan masker dilakukan lebih gencar dengan menggandeng tokoh agama maupun tokoh masyarakat setempat.

        Pernyataan Jokowi tersebut mengutip paparan Khofifah yang mengatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat di wilayah Surabaya Raya rendah dalam menerapkan protokol kesehatan. Paparan itu merupakan hasil kajian dan survei Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Surabaya.

        Sementara itu, Tito Karnavian mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam melakukan rapid test secara massal. Kata Tito, semakin banyak tes massal dilakukan, maka akan semakin baik. "Kalau sudah ketemu yang positif dikarantina. Lalu yang negatif untuk tidak mendekati yang positif," kata Tito.

        Eks Kapolri ini menilai, tingginya angka rapid test yang digelar di Surabaya memang membuat kota ini banyak ditemukan angka kasus positif yang menjadikan Surabaya kawasan zona merah Covid-19. Padahal, menurut Tito, belum tentu wilayah dengan zona hijau benar-benar nol kasus Covid-19 lantaran belum dilakukan rapid test secara masif.

        "Betul, saya lihat tadi testing rate yang dilakukan di Surabaya sangat luar biasa. Sebenarnya bagus. Semakin banyak testing dilakukan semakin baik," ujar Tito.

        Jumlah rapid test yang digelar secara masal di Surabaya saat ini secara kumulatif sudah mencapai 92.964 ribu. Dari rapid test massal itu, jika hasilnya adalah reaktif, maka langsung ditindaklanjuti dengan test swab.  

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: