Loh Loh, Kapal Selam China Bakal Bermanuver di Laut Indonesia?
Pernyataan Sekretaris Negara Amerika Serikat Mike Pompeo dalam konferensi virtual Forum Brussels pada 25 Juni lalu yang menyebutkan Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia berada dalam ancaman Partai Komunis China mungkin bukanlah isapan jempol belaka.
Pernyataan itu merupakan warning bagi seluruh negara yang berada di sekitar Laut China Selatan dan Samudera Hindia, khususnya bagi Indonesia. Karena Indonesia yang berada berbatasan langsung dengan Laut China Selatan akan menjadi jalur alternatif bagi Angkatan Laut China untuk mendukung upaya invansi yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) untuk menghadapi India di Lembah Galwan.
Baca Juga: Hah, Indonesia Kini dalam Bahaya Partai Komunis China?
Pergerakan armada tempur China diperkirakan akan melintasi Indonesia untuk merambat masuk ke Samudera Hindia hingga merangsek masuk ke India.
Pengamat intelijen pertahanan laut Open Source Intelligence (OSINT) H.I. Sutton menyatakan, salah satu yang hari ini tengah diperhitungkan oleh dunia adalah arah pergerakan kapal selam (submarine) China yang diprediksi akan melintasi Indonesia melalui Selat Sunda atau Selat Lombok untuk masuk ke wilayah pertahanan India melalui Samudera Hindia.
"Area kunci dari operasi di masa depan mungkin adalah Samudra Hindia. Kapal selam Cina khususnya dapat memiliki dampak strategis jika mereka menjelajahi perairan itu. Dari sudut pandang Cina, ini akan melindungi jalur laut vital yang akan rentan dalam perang apa pun," kata HI Sutton dikutip dari Forbes, Rabu (1/7/2020).
Menurut Sutton, saat ini kekuatan militer dunia mungkin fokus di Laut China Selatan, karena Beijing telah membuat klaim teritorial yang cukup luas di wilayah itu. Banyak kalangan tidak memprediksi kemungkinan kekuatan armada laut China masuk ke Teater Samudera Hindia.
Namun bagi India, ancaman itu tampak sangat nyata. Karena kapal selam China tercatat telah melakukan panggilan pelabuhan di Pakistan dan Sri Lanka dalam beberapa tahun terakhir. Sehingga tidak menutup kemungkinan China akan mengerahkan kapal selamnya untuk memperkuat pasukan militer PLA yang saat ini tengah berada di sepanjang Line of Actual Control (LAC), Ladakh, Lembah Galwan.
Hanya saja, Sutton mengatakan, kapal selam China baru dapat melintasi Indonesia menuju Samudera Hindia lewat Selat Malaka jika dalam masa damai. Karena ketika kapal selam China masuk ke perairan Indonesia dia harus muncul ke permukaan perairan Indonesia.
"China mungkin masih melakukannya untuk mengirim pesan, tetapi itu adalah utilitas terbatas dalam pengaturan operasional di mana kapal selam ingin menyembunyikan keberadaan mereka," papar Sutton.
Ia menambahkan, setelah kapal selam China dapat melintasi Selat Sunda atau Selat Lombok menuju Samudera Hindia, mereka akan mendapatkan keuntungan yang sangat signifikan untuk melakukan manuver di kedalaman hingga tidak terdeteksi oleh kekuatan militer India.
"Selat Sunda akan menjadi rute terpendek, tetapi sangat dangkal di ujung timurnya sehingga Selat Lombok yang lebih dalam mungkin lebih disukai. Di sana bagian yang terendam kemungkinan dianggap layak untuk Angkatan Laut China," katanya.
Begitu masuk ke Samudera Hindia, lanjutnya, kapal selam itu bisa dipersenjatai kembali tanpa harus kembali ke Cina. Sebab, Angkatan Laut China telah memiliki pangkalan militer di Djibouti di Tanduk Afrika. Bahkan jika kapal selam itu sendiri tidak dapat masuk ke pelabuhan, karena diawasi secara ketat, kapal dapat beroperasi dari sana untuk melakukan pengisian ulang di laut.
Selain itu, katanya, China saat ini juga sudah memiliki pelabuhan lain yang sedang dibangun di daerah Gwadar di Pakistan. Dari pelabuhan Gwadar itu, keinginan merubah pelabuhan itu untuk menjadi pangkalan angkatan laut Cihna, tampaknya akan segera terjadi. Gwadar memiliki keuntungan karena terhubung melalui darat ke Tiongkok sehingga persediaan tidak harus melalui laut.
"Jika Cina ingin membuat skuadron Samudra Hindia permanen, basis alaminya adalah Gwadar dan Djibouti. Ada juga pulau kecil Feydhoofinolhu di Maladewa, yang sedang dikembangkan Tiongkok sebagai resor. Perencana akan khawatir bahwa itu dapat bertindak sebagai basis dukungan atau stasiun pemantauan dalam beberapa skenario," kata dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: