Seorang milenial asal China yang masih berusia 33 tahun telah dinobatkan sebagai miliarder. Ialah Wang Ning yang memiliki harta USD1,2 miliar (Rp16,8 triliun) berkat bisnis mainan Pop Mart miliknya.
Dilansir dari Forbes di Jakarta, Selasa (7/6/2020) perusahaan Pop Mart yang berbasis di Beijing menghasilkan produk berupa mainan anak-anak seperti Labubus (mahluk kelinci dengan bulu berwarna pastel dan satu set gigi monster), Dimoos (alien dengan kepulan rambut berbentuk kapas) dan mainan lain yang menghasilkan sekitar USD240 juta (Rp3,360 triliun) pendapatan pada tahun lalu, dua kali lipat dari 2018.
Baca Juga: Masih Muda, Miliarder China Ini Pilih Lepas Jabatan dan Sahamnya
Perusahaan yang telah berusia 10 tahun itu untung dengan laba bersih USD63 juta. Sekarang sedang menuju go public dengan listing Bursa Efek Hong Kong setelah putaran pendanaan USD100 juta pada bulan April menempatkan penilaian USD2,5 miliar pada perusahaan. Saat ini Wang Ning sedang mempersiapkan Pop Mart ekspansi ke luar China.
"Visi perusahaan adalah (menjadi) pemimpin global dalam dunia hiburan dan budaya pop," kata Lisa Yuan, seorang investor di bank investasi Beijing, China Renaissance.
Menjadi perusahaan mainan raksasa tentunya Pop Mart mempunyai visi sebagai pemimpin global dalam hiburan budaya pop. Menurut Wang Ning, saat ini generasi muda tertarik dengan produk mainan yang dia buat, dengan permodelan patung-patung kecil yang dimasukan dalam "kotak buta" sehingga membuat konsumen penasaran.
"Tidak ada yang yakin dan itulah misteri, kesenangan dan janji komersial yang luar biasa dari Pop Mart. Biasanya boneka-boneka kecil dijual USD8 dalam apa yang disebut kotak buta yang tidak mengungkapkan mainan yang sebenarnya di dalam. Ini tren geneasi muda," ujar Wang Ning yang berusia 33 tahun.
Dia mendirikan Pop Marh sejak lulus tahun 2009 dari Universitas Zhengzhou, tempat dia belajar advertising. Setelah lulus, ia bekerja selama setahun di Sina Corp., sebuah perusahaan media digital yang menjalankan Weibo. Namun, ia ingin membuat barangnya sendiri.
Dalam perjalanan ke Hong Kong, ia melihat rantai ritel populer yang disebut LOG-ON yang menjual mainan, kosmetik, dan alat tulis. Ia pun terinspirasi dari sana.
Tahun 2010 ia pun mengumpulkan beberapa teman kuliahnya untuk membangun toko Pop Mart pertama di pusat perbelanjaan.
Dengan modal utama mengumpulkan uang tabungan mereka. Awal mula perjalanan toko Pop Mart, Wang menjual beberapa produk seperti yang dihasilkan oleh LOG-ON, menjadi kategori terlaris yang dihasilkan, akhirnya Wang memutuskan untuk berfokus pada kategori mainan sejak 2014 silam.
Inspirasi yang didapatkan Wang berasal dari Gashapon yang merupakan perusahaan mainan yang mengeluarkan produk berupa mainan secara acak di dalamnnya. Ketertarikan Wang dengan unsur "kejutan" membuat Wang akhirnya menggandeng Kenny Wong untuk mengembangkan usahanya tersebut.
Tahun 2016, Penjualan Pop Mart meningkat mencapai USD22 juta (Rp308 milliar) dan kenaikan sebesar USD73juta di tahun berikutnya.
Pop Mart sekarang memiliki 114 toko fisik yang semuanya terpaksa ditutup sementara tahun ini karena China menangani wabah coronavirus. Namun, mereka telah dibuka kembali, dan Wang mengatakan penjualan di toko-toko itu telah sedikit bangkit kembali.
Tapi untungnya baginya, bisnis e-commerce Pop-Mart telah meledak pada 2017, kurang dari 10% pendapatan perusahaan datang melalui internet. Tahun lalu, hampir sepertiga penjualannya berbasis web, dijual melalui saluran online termasuk platform Paqu perusahaan dan situs belanja Tmall Alibaba.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: