Indonesia Borong Su-35, Dubes Rusia Kalem: AS Cuma Gertak Sambal
Rusia mendorong Indonesia menyelesaikan transaksi pembelian jet tempur Sukhoi Su-35. Negeri Beruang Merah ini menjamin, ancaman sanksi dari Amerika Serikat (AS) terkait hal ini hanya gertak sambal.
Sebelumnya beredar kabar, rencana pembelian Sukhoi batal setelah AS mengancam akan memberi sanksi kepada Rusia dan Indonesia jika berani meneruskan transaksi ini.
Baca Juga: Rusia Konfirmasi RI Jadi Beli Jet Tempur Su-35, Total Harganya...
“Tidak ada pembatalan. Kontraknya sudah ditandatangani. Dan semoga implementasinya segera dilakukan,” tegas Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva saat press briefing virtual, kemarin.
Menurut Vorobieva, sanksi AS hanya bersifat ancaman. Hanya gertak sambal. Dan menurutnya, sanksi AS tidak akan mempengaruhi segala pembelian produk Rusia oleh negara lain.
Dia memastikan, Rusia akan terus menjual produk-produk militer yang telah terjamin kualitasnya ke berbagai negara.
“Banyaknya negara yang ingin membeli produk militer Rusia ini bukti dari jaminan kualitas tersebut,” ucapnya.
Vorobieva juga menyinggung kunjungan Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto ke Rusia.
Kata dia, kunjungan itu juga untuk membahas mengenai pembelian Sukhoi. Dia menuturkan, kontrak sudah ditandatangani. Jadi menurutnya, saat ini hanya tinggal pelaksanaannya saja. Rumor pembatalan ini muncul pada Maret lalu.
Salah seorang pejabat yang menolak disebut identitasnya menuturkan, AS telah menegaskan, pemerintahan Presiden Jokowi bisa kena sanksi jika terus melanjutkan kontrak dengan Rusia.
AS memang memiliki undang-undang yang dapat menjatuhkan sanksi terhadap negara lain. Terutama negara mitra, jika kedapatan menjalin transaksi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan musuh AS.
Undang-undang itu dikenal dengan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). UU itu berlaku bagi Rusia dan beberapa negara lain yang juga dianggap AS ancaman.
Seperti China. Sebagai informasi, dalam kunjungannya ke Rusia, Prabowo menemui Wakil Menhan, Rusia Alexander Formin. Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak membicarakan hubungan bilateral dan kerja sama di berbagai bidang. Termasuk pendidikan, latihan bersama, serta kerja sama industri pertahanan.
Tapi, Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Wahid Supriyadi membantah pertemuan Prabowo dan Formin membahas secara detail rencana pembelian 11 unit Sukhoi Su-35.
Meski itu adalah merupakan kunjungan kedua Prabowo ke Rusia dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. Pada awal 2020, tepatnya akhir 2020 sebelum munculnya pandemi, Prabowo sempat melakukan kunjungan kerja ke Rusia.
Dalam kunjungan tersebut, Prabowo menemui Menteri Pertahanan, Sergey Shoygu di kantornya.
Sebelumnya Kementerian Pertahanan menyatakan, Indonesia tak bisa sembarangan membeli atau menerima hibah alutsista dari negara lain. Termasuk dari Rusia.
Juru Bicara Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut ada berbagai pertimbangan yang harus diperhitungkan ketika hendak membeli alutsista.
“Faktor geopolitik dan geostrategis jadi pertimbangan,” ujar Dahnil.
Keputusan final pembelian Sukhoi Su-35, kata Dahnil, ada di tangan Presiden Jokowi. Dia bilang, Prabowo sudah memberikan pertimbangan terkait faktor geopolitik dan geostrategi. Bukan hanya soal ketersediaan anggaran.
“Urusan ini butuh keputusan lebih tinggi. Menhan ikut perintah Presiden,” katanya.
Pengalaman Pengembangan Vaksin Rusia terus mengembangkan vaksin untuk Covid-19. Tahap uji coba yang dilakukan negara itu, telah dilakukan pada manusia. Dan, hasilnya cukup menjanjikan.
Vorobieva menyatakan, vaksin yang sedang diujicoba itu diharapkan bisa selesai tahun ini. Selain itu, Vorobieva memastikan, pihaknya siap berbagi pengalaman dengan negara mitra dan sahabat, terkait pengembangan vaksin.
“Kami harap uji coba selesai pada September. Artinya akhir tahun ini kami kemungkinan dapat mempunyai vaksin Covid-19,” terang Vorobieva.
Lebih lanjut, kata Vorobieva, sudah ada diskusi virtual antara perwakilan Kementerian Kesehatan kedua Negara terkait kerja sama pengembangan obat dan vaksin corona jenis baru.
Kedua negara sepakat membuat Memorandum of Understanding (MoU). Serta menyusun roadmap terkait kerja sama medis melawan Covid-19.
Terkait situasi di negaranya, Vorobieva menyebut, saat ini kondisinya sudah mulai memasuki fase adaptasi kebiasaan baru. Pembatasan sosial pun mulai direlaksasi. Kurva penyebaran Covid-19 pun sudah melandai.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: