Isu reklamasi menjadi salah satu senjata ampuh yang digunakan Anies Baswedan untuk menumbangkan Ahok. Tapi, setelah Anies jadi Gubernur DKI Jakarta, isu itu jadi senjata makan tuan.
Hal itu sangat tampak ke permukaan begitu Anies mengeluarkan izin reklamasi untuk perluasan kawasan Ancol. Dia diserang kawan dan lawan. Bertubi-tubi. Awalnya, serangan balik dilakukan Sekda DKI Saefullah. Tapi, Anies baru bicara panjang lebar. Dia kasih alasan dan penjelasan terkait keputusannya kasih izin reklamasi Ancol.
Baca Juga: Anies Bersilat Lidah Reklamasi Ancol untuk Atasi Banjir
Melalui akun YouTube Pemprov DKI, Anies menjawab semua tudingan miring kepadanya. Menurut Anies, pengembangan di kawasan Ancol, berbeda dengan reklamasi 17 pulau di zaman Ahok yang telah dia hentikan itu.
"Apa yang sedang terjadi di kawasan Ancol yang terjadi ini berbeda dengan reklamasi yang alhamdulillah sudah kita hentikan dan menjadi janji kita pada masa kampanye itu," ujar Anies.
Perbedaannya sangat mendasar yakni tujuan reklamasi itu sendiri. Jika reklamasi 17 pulau ditujukan untuk kepentingan bisnis maka pengembangan Ancol justru untuk melindungi warga DKI dari banjir. Menurut Anies, banjir masih jadi ancaman nyata buat Jakarta mengingat ada 30 waduk dan 13 sungai mengalami pendangkalan (sedimentasi).
Hitungannya, panjang sungai di Ibu Kota mencapai 400 kilometer. (Proyek reklamasi sebelumnya) bukan proyek untuk melindungi warga Jakarta dari bencana apapun.
"Di sana ada pihak swasta yang berencana membuat kawasan komersial membutuhkan lahan lalu membuat daratan, membuat reklamasi," tutup Anies.
Untuk diketahui, Senin (24/2/2020), Anies menerbitkan izin reklamasi yang dibalut dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020. Kepgub tersebut berisi tentang izin pelaksanaan perluasan kawasan Dunia Fantasi (Dufan) 35 hektar (ha) dan Taman Impian Jaya Ancol 120 ha.
Lawan Anies di Pilkada lalu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ikut angkat bicara dengan kebijakan Anies ini. Dia heran Anies menolak reklamasi Teluk Jakarta, tapi meneken perluasan daratan Ancol. "Saya gak paham," ujarnya.
Meski sekarang membawahi perusahaan migas, daya ingat Ahok soal aturan main pembangunan di DKI masih tajam. Kata dia, salah satu syarat dalam analisis dampak lingkungan (amdal) untuk membuat suatu pulau adalah jarak dari pulau utama ke pulau buatan sejauh 300 meter.
Ahok melihat, Kepgub 237/2020 yang dikeluarkan Anies itu berpotensi menabrak Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sebab, kebijakan reklamasi Ancol saat ini tidak ada di dalam Perda RDTR.
"Apa tidak bertentangan dengan Perda RDTR?" tanya Ahok.
Analisisnya terhadap Perda RDTR, reklamasi Ancol atau Pemprov DKI menyebutnya dengan pengembangan sisi timur dan barat berada di Pulau L dan K. Sisi Timur bakal dibangun reklamasi seluas 120 ha yang mencaplok sebagian lahan Pulau L. Sisi selatan dan barat atau reklamasi Pulau K seluas 35 ha.
Sepengetahuan Ahok, Perda RDTR tahun 2014 menyebut Pulau K, L, dan M berada di sekitaran Ancol. Sedangkan Pulau N, adalah Tanjung Priok yang saat ini sudah dibangun pelabuhan. Regulasi pengembangan Ancol sebenarnya ada di Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Begitu juga reklamasi 17 pulau, yang 13 pulau di antaranya telah dicabut izinya oleh Anies.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: