Pemerintah Arab Saudi mengerahkan petugas dan mengetatkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 seiring dengan kedatangan para calon jemaah haji menjelang ibadah haji pada Rabu (29/7/2020) mendatang.
Setidaknya 10.000 orang yang bermukim di kerajaan tersebut akan mengikuti ibadah haji, jauh dari 2,5 juta jemaah yang datang tahun lalu.
Baca Juga: Arab Saudi Bakal Hukum Orang yang Terobos Masuk Masjidil Haram
Jumlah itu berbeda dari yang diumumkan Menteri Urusan Haji Arab Saudi, Mohammad Benten, dalam jumpa pers daring pada awal Juni bahwa pihaknya hanya membolehkan sekitar 1.000 orang untuk menjalankan ibadah haji tahun ini.
Agar bisa beribadah haji tahun ini, pemerintah Saudi menerapkan berbagai kriteria, antara lain hanya membolehkan jemaah yang bermukim di kerajaan tersebut.
Orang yang berminat pun harus mendaftar secara online. Seorang calon jemaah haji tiba di Mekah, pada 25 Juli 2020. Dia harus menjalani masa karantina selama empat hari di hotel yang ditunjuk pemerintah sebelum diperbolehkan menjalani ibadah haji.
Menteri Kesehatan Arab Saudi, Mohammad Benten, menegaskan proses pendaftaran berjalan secara transparan. Kepada stasiun televisi Al-Arabiya yang dimiliki Saudi, dia mengatakan "faktor-faktor kesehatan" merupakan dasar seleksi.
Kementerian tersebut mengatakan penduduk non-Saudi yang diterima untuk menjalankan ibadah haji tahun ini berasal dari sekitar 160 negara. Mereka mencakup 70?ri keseluruhan calon jemaah.
Namun, tidak dijelaskan berapa banyak pelamar. Akibatnya, Kementerian Kesehatan Arab Saudi kebanjiran pertanyaan dan pernyataan di Twitter dari para pelamar yang kecewa ditolak. Mereka mengeluh pemerintah Saudi tidak memberikan alasan mengapa mereka ditolak.
Di antara pelamar yang diterima adalah Nasser, seorang ekspatriat asal Nigeria yang bermukim di Riyadh. Dia menyebut kesempatan berhaji tahun ini sama seperti memenangi "tiket emas".
"Perasaan saya tidak dapat digambarkan," kata Nasser kepada kantor berita AFP, setibanya di Mekah.
Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengatakan warga Saudi yang terpilih sebagai calon jemaah haji terdiri dari tenaga kesehatan dan personel militer yang telah pulih dari Covid-19.
Protokol kesehatan yang ketat
Calon jemaah haji yang mulai berdatangan di Mekah pada akhir pekan lalu tampak memakai masker. Suhu tubuh mereka diperiksa dan ditempatkan di karantina, kata pemerintah Arab Saudi kepada AFP.
Para calon jemaah haji, menurut dokumen Kementerian Haji Arab Saudi, diberikan beragam barang yang mencakup kerikil yang disterilisasi untuk ritual lempar jumrah, cairan disinfektan, masker, sajadah, dan pakaian ihram.
Sebelum tiba di Mekah, mereka diharuskan menjalani tes virus corona dan diwajibkan berada di karantina setelah menunaikan ibadah haji.
Kementerian Haji mengaku telah mendirikan sejumlah fasilitas kesehatan, klinik berjalan, dan ambulans untuk menangani para jemaah.
Hingga Minggu (26/7/2020), Arab Saudi mencatat 260.000 kasus positif Covid-19.
Sejarah pembatalan ibadah haji
Menurut data The Saudi King Abdul Aziz Foundation for Research and Archives yang dirilis pada Maret, ibadah haji pernah 40 kali ditiadakan dalam sejarah peradaban manusia, dengan alasan beragam, mulai dari perang sampai wabah penyakit menular.
Pada 1814, Kerajaan Arab Saudi dilanda wabah thaun, yang juga melanda Mekah dan Madinah sehingga Ka`bah harus ditutup sementara.
Lalu tahun 1831, ada wabah dari India, yang dicurigai adalah kolera, dan bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji. Periset mencatat setidaknya 75% jemaah haji meninggal dunia dan pelaksanaannya dihentikan di tengah jalan.
Kolera kembali ditemukan di Arab Saudi pada 1846-1892, dan haji pun batal dilaksanakan pada 1850, 1865, dan 1883.
Ibadah haji sempat dilaksanakan pada 1864, namun menelan 1.000 korban jiwa per harinya karena terjangkit kolera.
Pada 1987, wabah meningitis menyambangi ibadah haji dan penyebaran penyakit ini menginfeksi setidaknya 10.000 peserta haji.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: