AS dalam Bahaya, Ribuan Aksi Mata-mata Militer Ketahuan China
Makin memanasnya hubungan China dan Amerika Serikat (AS) ternyata tak hanya dalam beberapa bulan terakhir saja. Sebuah data dari lembaga penyelidikan China untuk Laut China Selatan, membuktikan bahwa militer Amerika sudah memantau pergerakan armada China lebih dari 10 tahun terakhir.
Dalam laporan sebelumnya yang dirangkum dari berbagai sumber, armada militer China kerap menunjukkan kekuatan di wilayah Laut China Selatan. Sejumlah insiden pun terjadi sejak awal 2020 dan membuat Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) dituding sebagai dalangnya.
Baca Juga: China Tegas Labeli LCS Bukan Hawaii-nya AS, Kenapa?
Aksi-aksi militer China ini membuat sejumlah negara Asia Tenggara geram, dan membuat Amerika memiliki dugaan kuat bahwa China memang sengaja melakukannya. Amerika beranggapan bahwa China punya ambisi menguasai wilayah Laut China Selatan, dan menciptakan istilah "Kerajaan Maritim".
Yang terbaru, terungkap sebuah fakta jika armada Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (US Armed Forces) sudah melakukan pengintaian terhadap aktivitas militer China sejak 2009 silam. Menurut laporan Global Times, lembaga Inisiatif Penyelidikan Situasi Strategis Laut China Selatan (SCSPI) punya banyak data terkait aksi pengintaian militer Amerika.
Laporan itu menyebut bahwa SCSPI memiliki data yang cukup akurat, karena menggunakan Automatic Identification System (AIS) dan Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B) untuk melacak kapal dan pesawat asing yang masuk Laut China Selatan.
"Pekerjaan kami adalah penambangan data. Dari data asli yang luas, kami telah menetapkan parameter yang relevan. Sehingga, kami bisa secara otomatis mengumpulkan data terkait situasi strategis Laut China Selatan. (Kami mengetahui) adanya kapal perang, pesawat tempur, kapal layanan publik, dan kapal nelayan. Kami membuat statistik analisis berdasarkan (data) itu," ujar Hu Bo, Direktur SCSPI.
Yang mengejutkan, SCSPI membeberkan fakta bahwa armada militer Amerika secara signifikan meningkatkan pengintaian lewat udara dalam tiga bulan terakhir.
Ternyata, aksi mata-mata menggunakan pesawat intai militer dilakukan ratusan kali oleh Amerika. SCSPI mencatat, ada 35 kali aksi pengintaian pada Mei, 49 kali di bulan Juni, dan 67 kali pada bulan lalu.
Gilanya lagi, SCSPI punya data aksi pengintaian militer Amerika di Laut China Selatan sejak 2009. Dalam laporannya, SCSPI menyebut ada lebih dari 1.000 kapal Angkatan Laut Amerika (US Navy) memasuki wilayah tersebut pada 2019.
Di udara, Angkatan Udara Amerika (US Air Force) mengirim rata-rata tiga sampai lima unit pesawat tempur dan pesawat intai ke Laut China Selatan.
SCSPI mengungkap, ada lebih dari 1.500 kali aksi pengintaian tahun lalu. Dengan jumlah tersebut, aksi mata-mata militer Amerika meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2009.
Saat Tentara Pembebasan Rakyat China menggelar latihan di Kepulauan Xisha, SCSPI mencatat ada 15 operasi pengintaian militer Amerika sepanjang 1-5 Juli 2020. Selain itu, SCSPI mencatat sembilan kali pesawat intai Amerika memasuki wilayah China sejauh 70 mil, atau setara 112,7 kilometer.
Tak cuma itu, pesawat intai militer Amerika juga pernah enam kali memasuki wilayah China sejauh 60 mil, atau 96,5 kilometer. Dan yang paling gila, pesawat intai militer Amerika pernah hanya berada dalam jarak 40 mil (64,4 km) dari garis pangkalan laut militer China.
Lebih lanjut Hu menegaskan, sederet aksi pengintaian ini adalah sebuah provokasi yang dibuat oleh militer Amerika. Sebab, Hu meyakini bahwa Amerika memiliki seluruh sistem pengintaian yang canggih di semua sektor.
"Karena militer AS memiliki semua teknologi pengintaian canggih. Pengintaian udara frekuensi tinggi dan jarak dekat tidak akan diperlukan jika hanya ingin mengumpulkan intelijen di China," kata Hu.
Yang terakhir, SCSPI menyebut bahwa militer Amerika tak hanya mengerahkan pesawat intai P-8A Poseidon milik angkatan lautnya. Akan tetapi, ada dua jenis pesawat intai yang sangat jarang diturunkan bahkan kurang dikenal, Northrop Grumman E-8C Joint STARS dan Boeing E-3B Sentry.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: