Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Berkaca dari Sinar Mas, Ini Sumber Konflik dalam Bisnis Keluarga

        Berkaca dari Sinar Mas, Ini Sumber Konflik dalam Bisnis Keluarga Kredit Foto: Inc.com
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Gurita bisnis Sinar Mas Group sontak menjadi sorotan publik pada pertengahan Juli 2020 lalu setelah Freddy Widjaja yang merupakan anak Eka Tjipta Widjaja menggugat hak waris kepada lima saudara tirinya. Tak main-main, ada 12 aset Sinar Mas Group yang digugat dengan total nilai mencapai Rp672,62 triliun. 

        Insiden perebutan hak waris nyatanya tidak hanya terjadi pada bisnis keluarga yang dijalankan Sinar Mas Group. RSM Indonesia menyebut bahwa kasus serupa juga pernah menimpa sejumlah bisnis keluarga di negara lain. Beberapa kasus yang pernah terjadi misalnya rebutan warisan generasi kedua keluarga Samsung Group, Korea Selatan, pada 2014 lalu; konflik warisan keluarga Gucci di Itala; hingga rebutan harta keluarga India Reliance Industries pada 2012 lalu. 

        Baca Juga: Waduh! 95% Bisnis Keluarga Tak Bertahan di Masa Generasi Ketiga

        Head of Consulting RSM Indonesia, Angela Simatupang, menilai bahwa perilaku nepotisme dan ketegangan hubungan antara anggota keluarga seperti yang terjadi pada kasus-kasus tersebut menjadi penghambat kemajuan perusahaan.

        Bukan cuma itu, kondisi di mana generasi yang lebih muda tidak punya waktu yang memadai untuk mempersiapkan diri ketika harus mengambil alih kepemimpinan perusahaan juga berdampak buruk bagi perusahaan. Dampak yang paling terasa seperti stagnansi bisnis, konflik yang meningkat, atau bahkan sampai kepada proses revitalisasi manajemen perusahaan.

        Baca Juga: Gak Ada Matinya! Cek Harga Emas Per Hari Ini, Rabu 5 Agustus 2020

        "Sebagaimana perkembangan bisnis keluarga, mereka akan butuh untuk terus berubah dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka harus membangun hak-hak fundamental, sebab kesuksesan datang karena kedisplinan dan struktur yang baik," jelas Angela.

        Dalam keterangan tertulisnya, Angela menyebut, beberapa analisis empiris menunjukkan bahwa perusahaan keluarga biasanya akan lebih berhasil apabila sudah memiliki desain yang mapan, baik untuk manajemen, kendali, maupun struktur keluarga. Sayangnya, tata kelola semacam itu masih sering diabaikan oleh yang pada akhirnya menjadi risiko bagi kelangsungan bisnis keluarga yang dijalankan. 

        Untuk mengetahui lebih dalam, berikut ini adalah beberapa indikator tata kelola bisnis keluarga yang tidak memadai.

        1. Tidak ada kewajiban bagi anggota keluarga untuk membuktikan kompetensi mereka ketika bekerja di perusahaan keluarga;

        2. Tidak ada definisi jelas atas kompetensi jajaran direktur dalam melakukan kendali perusahaan;

        3. Tidak ada manajemen peluang dan risiko di perusahaan;

        4. Tidak ada aturan yang mengatur tentang mekanisme keluar;

        5. Tidak ada aturan yang mengatur interaksi dengan pemegang saham yang bukan anggota

        keluarga;

        6. Minimnya kekompakan keluarga; dan 

        7. Tidak ada pengaturan untuk mengelola konflik di keluarga dan perusahaan. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: