Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Perusahaan Raksasa: Sinopec, Kerajaan Minyak Milik China

        Kisah Perusahaan Raksasa: Sinopec, Kerajaan Minyak Milik China Kredit Foto: Reuters/Stringer
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        China Petroleum & Chemical Corp. (Sinopec) adalah perusahaan energi dan kimia, yang bergerak dalam eksplorasi, produksi dan transportasi produk minyak bumi seperti minyak mentah dan gas alam. Perusahaan menjalankan bisnisnya melalui segmen-segmen seperti eksplorasi dan produksi, pemurnian, pemasaran dan pistribusi, bahan kimia, serta korporasi dan lainnya.

        Menurut laporan Fortune dalam Global 500, Sinopec menjadi perusahaan terkaya nomer dua di dunia berdasar pada profit penjualan, tepat di bawah Walmart. Keuntungan (revenues) penjualan yang diperoleh Sinopec pada 2019 mencapai 414,6 miliar dolar AS. 

        Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Walmart Ritel Bercuan USD 1,8 Juta/Jam

        Dengan segmentasi bisnis besar nampaknya tidak heran jika perusahaan raksasa sekelas Sinopec menjadi salah satu perusahaan minyak terbesar di China bahkan di dunia. Lantas bagaimana Sinopec mencapai titik tersebut? Berikut ulasannya seperti dikutip dan diolah Warta Ekonomi, Kamis (6/8/2020) dari berbagai sumber.

        Pada mulanya, China Petrochemical Corporation (Sinopec Group) adalah grup perusahaan minyak dan petrokimia super besar yang didirikan pada Juli 1998. Sebagai pemrakarsa tunggal, Sinopec Group mendirikan China Petroleum & Chemical Corp. (Sinopec) pada tanggal 28 Februari 2000. Dengan Beijing sebagai kantor pusatnya.

        Di waktu singkat, Sinopec berhasil menerbitkan saham H dan A di luar negeri dan dalam negeri masing-masing pada bulan Oktober 2000 dan Agustus 2001. Mereka langsung terdaftar di pasar saham di Hong Kong, New York, London dan Shanghai.

        Jumlah total saham Sinopec pada 2001 adalah 86,7 miliar dolar AS. Dengan komposisi, Sinopec Group memiliki 75,84 persen, investor internasional memiliki 19,35 persen dan investor domestik memiliki 4,81 persen.

        Demi mempercepat perolehan pundi-pundi cuan, Sinopec memiliki banyak kegiatan bisnis meliputi:

        • investasi industri dan manajemen investasi;
        • eksplorasi, produksi, penyimpanan dan transportasi (termasuk transportasi pipa), pemasaran dan pemanfaatan minyak dan gas alam secara komprehensif;
        • penyulingan minyak;
        • grosir bensin, minyak tanah dan solar;
        • produksi, pemasaran, penyimpanan, transportasi petrokimia dan produk kimia lainnya;
        • desain, konstruksi dan instalasi proyek teknik perminyakan dan petrokimia;
        • overhaul dan pemeliharaan peralatan minyak dan petrokimia;
        • pembuatan peralatan listrik dan mekanik;
        • layanan penelitian, pengembangan, aplikasi dan konsultasi teknologi, informasi dan produk energi alternatif, impor dan ekspor komoditas dan teknologi baik untuk Grup maupun sebagai proxy (dengan pengecualian komoditas dan teknologi yang dilarang oleh Negara atau untuk dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh negara).

        Pada Oktober 2006, modal disuntikkan ke Hainan Petrochemical Co., Ltd. untuk meningkatkan modal terdaftarnya. Setelah menyelesaikan penambahan modal, Sinopec memiliki 75 persen saham di Hainan Petrochemical Co., Ltd.

        Demi memperbesar bisnisnya, Sinopec mengakuisisi lima kilang termasuk Zhanjiang Dongxing dari Sinopec Group, pada Desember 2007. Setahun berikutnya Februari 2008, Sinopec menerbitkan obligasi konversi senilai 30 miliar Yuan dengan waran di pasar China. Sementara obligasi dan waran dilepas ke publik di Shanghai Stock Exchange, bulan Maret di tahun yang sama.

        Sinopec menjadi pengecer bensin terbesar di China, dengan 30.000 stasiun di seluruh negeri. Perusahaan ini memiliki basis operasi yang kuat yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Mereka sendiri menyumbang 60-70 persen dari ekspor minyak mentah China.

        Dalam laporan Forbes pada 2019, perusahaan minyak dan gas milik negara terbesar di China naik satu peringkat —yang sebelumnya ada di nomor 3— ke peringkat 2. Naiknya peringkat ini berkat kenaikan tajam dalam pendapatan dan laba pada 2017, dan juga kemampuan Sinopec untuk menghindari ketidakstabilan geopolitik dunia.

        Penjualan Sinopec melonjak 27 persen pada 2018. Sementara keuntungan meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hasil ini sebagian besar didorong oleh permintaan yang kuat di dalam negeri untuk produk gas dan kimia.

        Lonjakan di pasar dalam negeri Sinopec itu mengimbangi tahun yang tidak stabil, berkat volatilitas harga minyak mentah, meningkatnya ketegangan antara AS dan China —yang membuat perusahaan tersebut menghentikan sementara impor minyak mentah AS.

        Sinopec pernah mencatatkan rekor kerugian perdagangan hampir 690 juta dolar AS, pada kuartal keempat 2018, karena hasil perdagangan spekulatif yang tidak tepat waktu.

        Untuk memenuhi permintaan energi China yang sangat besar, Sinopec secara aktif mengejar konsesi sumber daya di luar negeri. Di bawah Presiden Xi Jinping, pemerintah China ingin mengarahkan ekonomi ke lintasan pertumbuhan yang lebih lambat tetapi lebih stabil. Saat ini perseroan fokus pada pengembangan shale gas di China.

        Pada saat yang sama, ini mempercepat reformasi manajemen. Privatisasi SPBU adalah salah satu inisiatif Sinopec. Namun profitabilitas Sinopec jauh lebih rendah daripada saingan utama di AS dan Eropa, menunjukkan inefisiensi tetap ada.

        Mengutip laporan Reuters, berdasarkan survei Kementerian Ekologi dan Lingkungan, konsentrasi partikel udara di China sebanyak 61 mikrogram per meter kubik. Karena itu, China, sebagai negara yang bergulat dengan polusi udara yang parah acap kali mendapat serangan tajam soal buruknya kualitas udara. Alhasil, para kritikus mengatakan Sinopec wajib dan harus berbuat lebih banyak untuk melindungi lingkungan udara di China.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: