Rusia akan membalas setiap serangan roket apapun dengan hulu ledak nuklir. Hal itu ditegaskan Kementerian Pertahanan Rusia yang telah secara terbuka mengungkapkan untuk meluncurkan serangan nuklir.
“Setiap rudal yang menyerang akan diperlakukan sebagai rudal yang dilengkapi nuklir. Informasi tentang peluncuran rudal otomatis akan dikomunikasikan kepada pimpinan tertinggi negara, yang, tergantung pada situasinya, akan menentukan skala respons pasukan nuklir,” tulis Andrey Sterlin, anggota Staf Umum Rusia, dan Alexander Khryapin, seorang ilmuwan militer papan atas, di surat kabar Kementerian Pertahanan Red Star yang dinukil Russia Today, Sabtu (8/8/2020).
Keduanya menjelaskan bahwa sistem peringatan serangan rudal Rusia tidak dapat menentukan apakah rudal yang diluncurkan adalah nuklir atau non-nuklir. Oleh karena itu akan diperlakukan sebagai skenario terburuk. Terutama mengingat singkatnya guna merespons serangan nuklir.
Baca Juga: Amonium Nitrat di Beirut Diangkut Kapal Kargo Rusia, Benarkah?
Perjanjian pengurangan senjata nuklir START (Strategic Arms Reduction Treaty) yang baru antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia akan berakhir pada 5 Februari 2021. Presiden AS Donald Trump menolak untuk memperpanjang tanggal berakhir, percaya jika hal itu menguntungkan bagi Moskow.
Untuk diketahui, perjanjian tersebut membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan, dan memungkinkan kedua negara untuk memantau satu sama lain, baik dari jarak jauh maupun di tempat.
Sterlin dan Khryapin percaya bahwa berakhirnya perjanjian akan memungkinkan AS membangun persediaan senjata mereka tanpa batas dan sekali lagi meninggalkan planet ini tertatih-tatih di ambang bencana nuklir global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: