Kasus positif Covid-19 di Kota Bogor kembali meningkat; dengan bertambahnya 24 kasus baru sejak Sabtu (8/8/2020)-Minggu (9/8/2020). Dari jumlah itu, rata-rata penambaha dalam sehari mencapai 12 orang.
Meski sejak kemarin dan hingga saat ini Pemkot Bogor tak menjelaskan secara detail terkait 24 kasus positif baru dalam dua hari itu, namun Retno tetap merinci penambahan jumlah kasus dengan status kontak erat (Orang Tanpa Gejala/OTG) sebanyak 945, tediri dari discarded (selesai/sembuh) 845 orang, masih di karantina 100 orang.
"Penambahan kasus konfirmasi positif baru hari ini adalah 12 orang, sembuh 7 orang, masih dalam pengawasan 5 orang dan meninggal tidak ada. Dengan demikian total kasus positif Covid-19 di Kota Bogor berjumlah 350 orang, terdiri dari meninggal 21, selesai isolasi/sembuh 214, dan masih sakit atau dalam perawatan 115," ungkap Juru Bicara Pemkot untuk Siaga Corona Kota Bogor, Sri Nowo Retno, Minggu (09/08/2020).
Baca Juga: Update Kasus Corona Minggu 9 Agustus: Naik Hampir 2 Ribu Sehari
"Penambahan hari ini sebanyak 15 orang kontak erat, meliputi pindah status ke konfirmasi positif 1 orang, selesai 8 orang dan masih dalam pantauan 7 orang. Kemudian untuk kasus Suspek (Orang Dalam Pantauan dan Pasien Dalam Pengawasan) sebanyak total 2.314 orang, rinciannya meninggal 35 orang, discarded (sembuh/selesai) 2.196, masih sakit 83. Khusus hari ini penambahannya 8, sembuh 6, pindah ke konfirmasi positif 1, dan masih dalam pemantauan 2 orang," tuturnya.
Sebelumnya, ditempat terpisah Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim sempat mengkhawatirkan wilayahnya kembali ke masuk zona merah atau titik paling rendah di level kewaspadaan Covid-19, jika masyarakat terus acuh dan abai terhadap protokol kesehatan. Padahal, lanjut Dedie yang juga menjabat Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor, mengklaim telah berhasil menekan angka kasus hingga membawa kepada level status kewaspadaan di zona kuning.
"Iya sekarang Bogor sebetulnya masih dalam kewaspadaan tinggi, mudah-mudahan tidak tergelincir ke merah (zona merah)," katanya kepada wartawan, Sabtu (8/8/2020).
Meski demikian ia mengaku, ketika diterapkanya PSBB transisi, pihaknya sempat mengalami kendala dalam menekan angka kasus karena secara tiba-tiba terjadi peningkatan kasus di klaster rumah tangga. Menurutnya, klaster rumah tangga ini sumber penularannya berasal dari luar.
"(Klaster rumah tangga) awalnya berasal dari imported cases (penularan dari luar), mereka yang kerja di DKI (Jakarta) dengan KTP Bogor, atau perjalanan dinas melalui moda transportasi, atau KTP Bogor tapi domisili di zona merah," ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya berharap benteng terakhir pertahanan dari Covid-19 yaitu fasilitas kesehatan tidak menjadi klaster. "Karena, jika fasilitas kesehatan jadi klaster, maka kondisinya sangat berbahaya. Kita minta agar rumah sakit yang menjadi rujukan betul-batul menerapkan SOP dengan benar, dan langkah-langkah penanganan Covid-19 ditunjang sarana dan tenaga medis yang memadai," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: