Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Alamak!! Rezim Jokowi Tiru Rezim Orde Baru, Ini yang Ngomong...

        Alamak!! Rezim Jokowi Tiru Rezim Orde Baru, Ini yang Ngomong... Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A/Pool
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai rangkap jabatan para petinggi kepolisian, seperti di BUMN merupakan kesalahan yang fatal.

        Lanjutnya, ia mengistilahkan rangkap jabatan tersebut dengan dwi fungsi polisi di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

        Baca Juga: Novel Baswedan Positif Covid, DS: Apa Ini Salah Pak Jokowi?

        Baca Juga: Dari Soeharto Hingga Jokowi, Siapa Bapak Utang Luar Negeri?

        “Ini Kesalahan fatal, melanggar UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian. Karena disebutkan jika seorang anggota Polri memegang jabatan di luar Polri, harus mengundurkan diri dari Polri,” ujarnya di Channel You Tube JPNN.com, seperti dilihat, Jumat (28/8/2020).

        Lanjutnya, ia mengatakan dalam pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

        Ia kemudian membeber data yang dimiliki IPW, disebutkan sedikitnya ada 35 jenderal kepolisian yang saat ini bertugas di luar kepolisian.

        “Ini terbiarkan, kami mendata sedikitnya ada 35 jenderal polisi yang bertugas di luar kepolisian. Ada yang rangkap jabatan,” katanya.

        Menurut dia, apa yang terjadi saat ini mirip seperti masa Orde Baru yang dikenal istilah dwi fungsi ABRI.

        “Saya kira apa yang terjadi saat ini, itu sama saja rezim Jokowi mengikuti rezim Orde Baru,” katanya. 

        Bedanya, sambung dia, di masa masa sekarang terkesan para petinggi kepolisian yang dianakemaskan, dipercaya memegang jabatan sipil.

        “Kami kira ini sangat tidak sehat bagi demokrasi. Kami beberapa kali mengkritisi itu. Saya kira harus ditata ulang, tidak boleh dibiarkan,” tukas dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: