Usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengembalikan pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) melalui revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI menuai pro dan kontra.
Founder dan Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini berujar pengembalian pengawas ke bank sentral bukan solusi yang tepat dalam menyikapi persoalan sektor keuangan.
"Saya juga melihat pemindahan wewenang pengawasan perbankan kembali ke BI juga belum didasari pada alasan yang kuat. Jika memang alasan adalah mendorong proses pemulihan ekonomi, maka alasan ini tidak tepat mengingat OJK telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi. Melalui Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2002 OJK memberikan stimulus bagi perbankan di tengah pandemi seperti sekarang," kata Hendri di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Baca Juga: Kewenangannya Disunat, OJK Berontak
Baca Juga: BI & OJK Kerjakan 1 Tugas yang Sama, Bisa Kacau Balau
Hendri juga menolak penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) reformasi keuangan yang akan mengembalikan fungsi pengawasan perbankan kepada BI.
"Tanpa adanya perppu ini pun pengawasan sistem keuangan sudah dijalankan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2016 yang mengatur tata cara penyelamatan sistem keuangan," ucapnya.
Ia menilai proses pemulihan ekonomi yang lambat bukanlah sepenuhnya kesalahan otoritas keuangan. Sebaliknya, sepanjang pandemi Covid-19 otoritas keuangan telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi akibat Covid-19.
"BI misalnya telah melakukan kebijakan untuk mendukung stabilitas suku bunga. BI juga menurunkan Policy Rate BI Seven Day Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,75% menjadi 4%. Sekarang GWM menjadi 2% untuk bank konvensional dan 0,5% untuk bank syariah," ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, BI juga telah melakukan langkah di antaranya likuiditas Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) naik menjadi 6% bagi bank konvensional dan 4,5% bagi bank syariah. BI juga telah membuka pintu untuk berbagi beban (burden sharing) dengan pemerintah dalam menanggung ongkos pembiayaan pemulihan ekonomi.
Sementara itu OJK juga menjalankan perannya dalam mengawasi sistem keuangan di tengah pandemi. Pada kasus penyelamatan Bank Bukopin misalnya.
"Ketika Bank Bukopin mengalami masalah kesulitan likuiditas, OJK memberikan kesempatan yang sama bagi dua pemegang saham utama terbesar, yaitu Bosowa dan Kookmin Bank dalam menyuntikan setoran modal baru," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: