Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Terbongkar Semua oleh Dr Tirta Soal Rapid Test: Ini Pure Bisnis! Gak Nyangka..

        Terbongkar Semua oleh Dr Tirta Soal Rapid Test: Ini Pure Bisnis! Gak Nyangka.. Kredit Foto: Instagram/dr.tirta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dokter yang juga pengusaha Tirta Mandira Hudhi mengaku resah dengan kondisi saat ini yakni pandemi Covid-19. Pria yang akrab disapa dr Tirta ini mengungkapkan tujuh hal yang membuatnya tidak bisa tidur dan akhirnya memutuskan untuk menuliskan keresahannya di akun Instagram, Rabu (23/9/2020) dini hari.

        "Enggak bisa tidur, gatal buat nulis, toh pagi nanti saya masih rapat relawan. Ayok. Kita bahas masalah demi masalah yang mengganjal di mata saya. Tujuh bulan sudah info lumayan dan lengkaplah. Rapid test: bisnis/gimmick/solusi? Silakan Anda nilai sendiri," tulisnya seperti dikutip di Jakarta, Kamis (24/9/2020).

        Baca Juga: KAI Tambah Stasiun Layani Rapid Test Covid-19, Total Ada di 21 Stasiun

        Yang pertama, ia menyebut bahwa pada Maret 2020, tiba-tiba muncul statement alat tes Covid-19 yang ternyata rapid test berbasis serology. Ia menegaskan bahwa sebenarnya alat tes yang diklaim sebagai alat tes Covid-19 tersebut merupakan screening test yang tidak bisa dijadikan sebagai patokan.

        Kemudian, ia menambahkan bahwa Persatuan Dokter Lab, tidak merekomendasikan rapid, alih-alih harusnya perbanyak PCR swab test agar bisa cepat.

        "(Ketiga), rapid test tiba-tiba dibuat sebagai syarat semua kerjaan, administrasi, transportasi dkk. Tapi warga disuruh bayar sendiri? Logis? Rapid test serology disamakan kayak SKCK bung!," tandasnya.

        Lanjutnya, pada poin keempat, Tirta mengingat bahwa pada Mei 2020 harga rapid test berada di kisaran Rp300-400 ribu. Tiba-tiba harga rapid test turun ke angka Rp100-150 ribu pada saat ini.

        "Kok iso? Lha kalau sekarang bisa murah? Terus dulu-dulu mahal, itu bagaimana? Berarti harga modal sejatinya rendah, tapi karena enggak ada batasan harga eceran tertinggi, jadinya mahal. Jujur saja, pure ini bisnis! Ada ceruk laba yang diambil di sini! Ayok, pembelian rapid harus diaudit! Berani atau enggak?," tegasnya.

        Selanjutanya, pada poin kelima, Tirta mengajak semuanya bersuara soal kejanggalan rapid test. "Rapid test serology hasilnya berlaku sampai 14 hari setelah rapid. Padahal false positif dan negatif tinggi. Apa yang menjamin kalau rapid saya negatif, terus test berlaku 14 hari, padahal 14 hari saya keliling-keliling, terus tetap aman gitu? Atau buat ayem-ayem aja? Jujur bos!," tandasnya.

        Baca Juga: dr Tirta Sekonyong-konyong Ngarep Jadi Presiden

        "Rapid test serology. Saya yakin suatu saat harus diaudit, kenapa kok enggak ambil swab PCR saja yang jelas gold standard? Dan kasih gratis ke semua warga di wilayah red zone. Ini baru satu hal selama saya di lapangan selama tujuh bulan," tegasnya.

        "Belum tentang APD lokal, influencer bayaran untuk branding pariwisata, yang jelas-jelas ada gerakan batasin jalan-jalan, eh malah muncul influencer pariwisata branding sok-sok aman. Influencer pariwisata jalan-jalan dan kita sengsara di sini! Woi ngapain promo jalan-jalan pandemi woi! Katanya di rumah saja, sok aman," bebernya. 

        Sambungnya, ia juga memperkuat pernyataan soal rapid test bagian dari bisnis. Dia menunjukkan pesan dari seseorang ke dirinya yang menawarkan alat rapid test. Penawaran itu dikirimkan ke dirinya pada bulan April 2020 lalu.

        "Enggak sia-sia ane gerak tujuh bulan. Di April rapid harga gila-gilaan. Sekarang? Berapa? Gue bahkan sudah punya data lengkap siapa saja yang menawari gue rapid dari April-Juli. Tipis-tipis kita goreng," sebutnya.

        Baca Juga: Yeay! Biaya Rapid Test di 8 Bandara Ini Turun Jadi Rp85 Ribu

        "Sejak April, gue menerima tawaran gini banyak banget bos. Gue diamin. Dulu Rp500-an ribu. Sekarang Rp95.000 itu enggak laku apa gimana? Mentang-mentang gue relawan, lu mau dagang rapid gitu ke gue? Kok gampang banget ya rapid dijual bebas? Buka mata hati lu semua," pungkasnya.

        Sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menegaskan rapid test atau tes cepat untuk mengetahui penularan virus bukan alat ukur utama mengetahui terpaparnya virus corona. Menurut dia, rapid test yang digunakan banyak kalangan hanya untuk mengetahui reaksi awal ketika sampel darah diambil.

        "Fungsi dari tes cepat sejak awal bukan diagnosis, tapi screening kalau ada yang reaktif maka dilanjutkan tes usap melalui PCR," kata Juru Bicara Satgas Wiku Adisasmito.

        Wiku menegaskan penggunaan tes cepat masih terus dievaluasi. Hingga saat ini pun, kata dia, alat tes cepat yang dimiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diketahui juga berasal dari donasi.

        "Kami di Satgas sedang melakukan review terhadap penggunaan tes cepat," ujarnya.

        Adapun alat rapid test yang dimiliki BNPB sebanyak 1.172.100 unit. Belakangan di Indonesia, alat tersebut dijadikan sejumlah pihak untuk mengukur seseorang dari virus, selain tes PCR atau swab test.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: