Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2013-2018 Hary Prasetyo mengakui adanya praktek Window Dressing atau rekayasa laporan keuangan selama masa jabatanya.
Hal tersebut diakui sebagai dampak dari pelaksanaan rencana cadangan (contigency plan) untuk mengatasi keuangan di perusahaan asuransi negara tersebut. Baca Juga: Saat Rakyat Berdarah-darah Lawan Covid-19, Jiwasraya Diguyur Rp20 Triliun
"Kondisi yang memaksa kami melakukan (contigency plan), suatu diskresi direksi untuk bertindak atas sebuah kondisi keuangan Jiwasraya yang abnormal semata-mata untuk menjaga kelanjutan usaha Jiwasraya," katanya, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Selasa (29/9/2020). Baca Juga: Aksi Sri Mulyani Disorot Said Didu: Bu Menkeu, Jiwasraya Itu Dirampok, Kok Dibantu Rp20 T?
Sambungnya, ia beralasan, perbuatan itu terpaksa dilakukan karena perusahan yang ia pimpin sudah tidak sehat secara finansial. Bahkan, aksi tersebut diketahui oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) yang kini bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK, perlu jurus tersendiri karena kondisi Jiwasraya juga abnormal. Jika saja dalam kurun waktu 10 tahun kami menjabat, melalui Kementerian BUMN dan OJK mengumumkan ke publik melalui DPR, hancurlah kepercayaan publik," katanya lagi.
Diketahui, dalam persidangan kasus dugaan korupsi, Hary Prasetyo dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya sehingga merugikan negara hingga Rp16,8 triliun.
Ia diketahui menerima suap oleh terdakwa lainnya pada saat Jiwasraya menempatkan portofolio investasi perusahaan yang dananya diperoleh dari premi yang disetor pemegang polis.
Dari bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan, Hary terbukti menerima uang sebesar Rp2,4 miliar, mobil Toyota Harrier senilai Rp550 juta, hingga mobil Marcedes-Benz E Class senilai Rp950 juta, serta tiket perjalanan bersama istri menonton konser Coldplay ke Melbourne (Australia).
Selain itu, Hary juga menerima fasilitas pembayaran biaya jasa konsultan pajak Hary Prasetyo dari Joko Hartono selaku pihak terafiliasi terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp46 juta. Dari bukti ini, Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menjatuhkan pidana seumur hidup dengan denda Rp1 miliar.
"Menuntut supaya hakim pengadilan menyatakan terdakwa Hary Prasetyo secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan primer," kata Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: