Tekanan AS Soal Normalisasi dengan Israel Terus Diterima Sudan
Pemerintah sementara Sudan menormalkan hubungan dengan Israel, dinilai karena berada di bawah tekanan kuat dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Dorongan Washington untuk hubungan Khartum-Tel Aviv adalah bagian dari kampanye untuk mencetak pencapaian kebijakan luar negeri menjelang pemilihan presiden pada November.
"Sekarang, suka atau tidak, penghapusan (Sudan dari daftar teror) terkait dengan (normalisasi) dengan Israel," kata wakil ketua dewan Sudan, Jenderal Mohammed Dagalo, kepada stasiun televisi lokal pada Jumat (2/10/2020).
Baca Juga: PBB Klaim Perpolitikan Sudan Semakin Positif karena...
Pemerintah transisi Sudan telah merundingkan persyaratan untuk mengeluarkan negara dari daftar teroris yang dibuat AS selama lebih dari setahun. Namun, pejabat AS mengkaitkan masalah itu dengan normalisasi Israel baru-baru ini.
"Kami membutuhkan Israel ... Israel adalah negara maju dan seluruh dunia sedang bekerja dengannya Kami akan mendapatkan keuntungan dari hubungan seperti itu ... Kami berharap semua memperhatikan kepentingan Sudan," ujar Dalo.
Sudan tampak seperti target secara alami menjadi objek yang dapat ditekan karena pengaruh AS. Negara itu sangat berusaha untuk dihapus dari daftar AS mengenai yang mensponsori terorisme, sehingga mendapatkan pinjaman dan bantuan internasional untuk menghidupkan kembali ekonominya yang terpuruk.
Penunjukan Sudan sebagai negara sponsor terorisme dimulai pada 1990-an, ketika negara itu secara singkat menjamu Osama bin Laden dan militan lainnya. Sudan juga diyakini telah menjadi saluran bagi Iran untuk memasok senjata kepada militan Palestina di Jalur Gaza.
Ketika Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengunjungi Sudan bulan lalu, Hamdok mendesaknya untuk bergerak maju dengan menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme dan tidak mengaitkannya dengan pengakuan Israel.
"Ini membutuhkan diskusi mendalam dalam masyarakat kita," kata Hamdok kepada wartawan awal pekan ini.
Beberapa pejabat Sudan dengan syarat anonim, mengatakan para pemimpin sipil lebih suka menunggu kesepakatan apa pun sampai setelah pemilihan AS. Sedangkan para pemimpin militer mengupayakan kesepakatan AS-Sudan bergerak cepat, termasuk normalisasi dengan Israel.
Upaya itu menawarkan imbalan paket bantuan. Para pejabat itu mengatakan kekhawatiran militer akan insentif yang ditawarkan sekarang dapat ditarik setelah pemilihan AS.
Tapi, pertemuan di Abu Dhabi bulan lalu yang dihadiri oleh pejabat Sudan, AS dan Uni Emirat Arab berakhir tanpa kesepakatan. Padahal, pejabat Sudan menyatakan ada penawaran kurang dari 1 miliar dolar AS secara tunai yang sebagian besar akan dibayar oleh Emirates. Tim Sudan juga telah meminta 3 miliar dolar AS untuk membantu menyelamatkan ekonomi Sudan.
Bagi Israel, hubungan baik dengan Sudan akan menjadi kemenangan simbolis. Hingga saat ini memang belum ada pembicaraan antara kedua negara karena normalisasi lalu murni kepentingan AS dan Sudan.
"Kami masih belum sampai di sana," kata pejabat Israel yang berbicara tanpa menyebut nama karena sedang membahas masalah diplomatik rahasia.
Dia mengatakan pemerintah Israel berharap kesepakatan dapat diselesaikan sebelum pemilihan AS pada 3 November.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: